Liputan6.com, Harare - Presiden Zimbabwe Robert Mugabe hari ini 21 Februari resmi menginjak usia 93 tahun. Umur sepuh tak menghalangi Mugabe untuk tetap berkuasa.
Dalam sebuah wawancara dengan media lokal Mugabe menyatakan dirinya siap maju dalam pemilihan umum Zimbabwe yang akan digelar pada 2018 mendatang.
Klaimnya, keinginan untuk tetap di kursi presiden bukan berasal dari dirinya. Tapi hal itu merupakan cita-cita warga Zimbabwe.
"Mereka mau saya maju dalam pemilu, mereka mau saya untuk berada di setiap pemilihan umum, mayoritas warga merasa tidak ada yang bisa menggantikan saya," sebut Mugabe seperti dikutip dari CNN, Selasa (21/2/2017).
"Masyarakat yang kalian tahu akan membandingkan kriteria (setiap orang yang ingin jadi Presiden Zimbabwe) dengan kriteria yang dimiliki Presiden Mugabe," ucap dia.
Selain berbicara soal pencalonan dirinya, Mugabe pun memuji Presiden baru Amerika Serikat, Donald Trump. Ia mengaku setuju dengan konsep nasionalisme yang didengungkan politikus Partai Republik.
Baca Juga
Advertisement
Mugabe menyatakan, yang dibutuhkan masyarakat AS hanya satu saat ini. Yaitu bersabar untuk melihat bagaimana Trump bekerja.
"Amerika untuk warga Amerika saya setuju, ini sama seperti Zimbabwe untuk warga Zimbabwe," jelas dia.
Sebenarnya, Mugabe terkejut Trump bisa terpilih. Namun, itu sangat baik dibanding AS harus dipimpin Hillary Clinton.
"Saya dia (Hillary) akan memberikan sanksi pada kami seperti yang sudah diwariskan (pemimpin) AS terdahulu," jelasnya.
AS sampai sekarang masih menjatuhkan sanksi pada Mugabe dan beberapa koleganya dari Partai ZANU. Mereka melarang Mugabe bepergian ke beberapa negara yang jadi sekutu AS.
Sebelum Barack Obama meninggalkan kursi Presiden AS, ia sempat memperpanjang sanksi pada Mugabe. Oleh sebab itu, Presiden Zimbabwe ini berharap Trump dapat mengkaji ulang sanksi pada dirinya.
Pria bernama lengkap Robert Gabriel Mugabe yang lahir pada 21 Februari 1924 menjabat sebagai kepala pemerintahan Zimbabwe sejak 1980, ketika menduduki jabatan sebagai perdana menteri pertama. Sementara jabatan presidennya dimulai pada 31 Desember 1987.
Sejak menjabat presiden, Mugabe menghapuskan jatah 20 kursi di parlemen dan 10 kursi Senat bagi wakil masyarakat kulit putih. Dua bulan sebelumnya, Oktober 1987, parlemen Zimbabwe memutuskan mengubah konstitusi yang semula sistem parlementer menjadi presidensiil. Jabatan presiden tidak lagi bersifat seremonial, tetapi diperkuat menjadi pemegang kekuasaan eksekutif.
Kekuasaan Mugabe berlanjut meski bukan tanpa kontroversi. Pemilu pada tahun 2000 juga dimenangkannya memicu protes dunia internasional. Komunitas internasional seperti Amerika Serikat, Inggris, Eropa, Australia, Selandia Baru, dan Uni Afrika mengecam keras intimidasi terhadap kalangan oposisi menjelang pemilu.
Ketika itu Mugabe melawan Morgan Tsvangirai yang menjadi calon oposisi. Tsvangirai memperoleh suara 1.185.793 (41%), sementara Mugabe meraih 1.637.642 (56%) suara. Kemenangan Mugabe kali itu berujung pada pencekalan dirinya yang tak diperkenankan bepergian ke Eropa.