Liputan6.com, Oslo - Bahan radioaktif berbahaya tercatat di udara sejumlah negara Eropa. Stasiun pengontrol kualitas udara Eropa, mendeteksi jejak Iodine-131 pada Januari lalu.
Menanggapi penemuan itu, ilmuwan sedang berupaya mencari tahu dari mana partikel tersebut berasal.
Advertisement
Jejak Iodine-131 pertama kali tercatat di Norwegia. Saat ini partikel tersebut telah ditemukan di Polandia, Republik Cekoslovakia, Jerman, Prancis, dan Spanyol.
Isotop tersebut memiliki paruh hidup hanya delapan hari. Hal tersebut membuat para ahli memperkirakan bahwa partikel itu telah memasuki atmosfer dalam peristiwa baru-baru ini.
Pola pergerakan partikel membuat Norwegian Radiation Protection Authority (NRPA) memperkirakan, bahwa partikel itu berasal dari Eropa Timur.
"Pengukuran dilakukan dalam cuaca buruk, sehingga kami tidak dapat melacak pelepasan partikel itu di lokasi tertentu," ujar Kepala Kesiapsiagaan Darurat NRPA, Astrid Liland, kepada Barents Observer.
"Beberapa pengukuran dari sejumlah tempat di Eropa bisa mengindikasi bahwa partikel itu berasal dari Eropa Timur."
"Meningkatnya tingkat Iodine radioaktif di udara terdapat di Norwegia utara, Finlandia uatra, dan Polandia pada minggu kedua, dan di beberapa negara Eropa lain pada dua minggu selanjutnya," jelas Liland.
Ia mengatakan, sulit untuk menentukan dari mana materi radioaktif itu berasal. Namun ia menyebut, terdapat kemungkinan bahwa partikel itu bisa saja berasal akibat insiden dari reaktor nuklir.
Selain itu, materi terseut juga bisa saja berasal dari pabrik Iodine. Isotop Iodine-131 digunakan di bidang kedokteran untuk mengobati masalah tiroid dan diproduksi secara komersial di seluruh Eropa.
Dikutip dari Daily Mail, Selasa (21/2/2017), Iodine-131 dapat menyebabkan kerusakan karena memiliki paru waktu yang sangat singkat, yakni delapan hari, sehingga sangat radioaktif.
Ketika di dalam lingkungan terdapat Iodine dalam kadar tinggi, materi tersebut dapat mencemari makanan dan setelah ditelan akan terakumulasi di tiroid. Saat meluruh, zat itu akan merusak jaringan tubuh dan menyebabkan kanker tiroid.
Namun menurut Liland, kadar yang saat ini ditemukan di atmosfer sejumlah tempat di Eropa terlalu rendah untuk merusak.
"Kami mengukur jumlah kecil aktivitas radioaktif di udara dari waktu ke waktu karena kami memiliki peralatan pengukuran yang sangat sensitif," ujar Liland.
"Pengukuran di Svanhovd pada Januari lalu sangat, sangat rendah. Sama juga dengan pengukuran yang dilakukan di negara tetangga, seperti Finlandia."
"Kadar tersebut tidak meningkatkan kekhawatiran terhadap manusia atau lingkungan," kata Liland.