Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menegaskan bahwa korupsi di lingkup birokrasi atau kelas teri (petty corruption) sangat membahayakan dibandingkan korupsi tingkat tinggi (grand corruption).
"Petty corruption jusru lebih bahaya daripada grand corruption. Ini (korupsi birokrasi) membuat sakit masyarakat," tegas Saut dalam acara Seminar Publik Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dan Impementasi Perma Nomor 13 Tahun 2016 di Hotel Le Meridien Jakarta, Selasa (21/2/2017).
Advertisement
Untuk itu, Saut sangat bersyukur dengan dibuatnya Perma Nomor 13 Tahun 2016 tentang tata cara penanganan perkara tindak pidana korporasi.
"Peraturan ini tidak hanya memberi kepastian hukum kepada penegak hukum bukan korporasi, kita tidak masuk di daerah abu-abu," ujar dia.
Saut pun menuturkan Perma itu akan menjadi senjata baru bagi KPK sehingga pemberantasan korupsi tidak lagi dilakukan dengan cara tunggal.
"Jadi OTT (operasi tangkap tangan) itu tidak jadi ukuran, sehingga tidak ada cara tunggal memberantas korupsi," tambah Saut.
Dia juga mengatakan bahwa Perma Nomor 13 Tahun 2016 telah dinantikan oleh banyak pihak. Sebab, Perma ini akan memberikan aturan yang jelas, terutama dalam bidang korporasi serta memudahkan penyidik KPK dalam mengusut tindak pidana di lingkup korporasi.
"Sebelum Perma ini muncul masih belum ada aturan yang jelas untuk menghukum pihak yang dianggap bersalah," tutur Saut.
Sebelumnya, Hakim Agung Kamar Pidana Surya Jaya mengatakan, Perma No 13 Tahun 2016 terkait tata cara penanganan perkara tindak pidana koorporasi dapat dipakai untuk berita acara UU Money Laundring (Pencucian Uang) dan UU Tindak Pidana Korupsi.
"Karena stakeholder-nya adalah KPK, maka Perma ini adalah bagaimana tindak pidana korupsi dan money laundring mendapat petunjuk-petunjuk yang bisa lebih jelas subjek hukumnya yang ditentukan UU. Perma ini akan digunakan berita acara untuk TPPU dan Tipikor," jelas Surya di acara yang sama.