Liputan6.com, Kuwait City - Untuk pertama kalinya setelah 30 tahun sebuah rumah sakit pemerintah pertama di Kuwait akan segera dibuka. Namun, fasilitas kesehatan itu hanya diperuntukkan untuk mereka yang berstatus warga negara.
Ini adalah kebijakan terbaru dari serangkaian langkah yang menyasar orang asing, termasuk pekerja yang membangun gedung-gedung pencakar langit, menyapu jalan, dan membersihkan toilet di negara yang kaya minyak itu.
Advertisement
Para pendatang jumlahnya jauh lebih banyak dari penduduk asli.
RS Jaber yang dibangun dengan dana 304 juta dinar tersebut berlokasi 20 menit berkendara dari pusat Kuwait City.
Fasilitas itu diharapkan akan mulai beroperasi pada bulan-bulan mendatang.
Rumah sakit pemerintah ini akan menjadi yang pertama yang dibangun di Kuwait sejak 1984, yang meringankan tekanan dari sistem kesehatan umum yang kelebihan beban.
Dilansir dari VOA News, Rabu (21/2/2017), sekutu AS, Kuwait, seperti negara-negara Teluk Persia lainnya yang kaya minyak, selama puluhan tahun telah menawarkan perawatan kesehatan sejak lahir hingga tutup usia bagi warga negaranya, selain juga fasilitas lainnya seperti harga-harga kebutuhan yang disubsidi.
Namun beragam layanan tersebut telah semakin langka pada tahun-tahun belakangan ini, kendati adanya cadangan senilai beberapa ratus miliar dolar yang telah dikumpulkan oleh Kuwait sejak 1970-an, kebanyakan dalam bentuk dana untuk generasi yang akan datang.
Uang tersebut, yang dipisahkan dari anggaran negara, dimaksudkan untuk menjadi bekal warga negara Kuwait ketika cadangan minyak sudah habis.
Cadangan dana tersebut digunakan oleh Kuwait untuk menutupi biaya-biaya selama masa pendudukan Irak selama tujuh bulan dan Perang Teluk yang dipimpin oleh AS yang membebaskan negara itu.
Banyak yang menganggap, rumah sakit khusus warga negara Kuwait sebagai langkah yang berlebihan.
"Meeka diberi visa pekerja. Mereka berhak diperlakukan dengan selayaknya," ujar Dr. Yousef al-Muhanna, seorang dokter bedah umum berusia 34 tahun, terkait dengan para pekerja migran.
Diskriminasi tersebut melanggar Sumpah Kedokteran, ujarnya. “Kami tidak seharusnya membedakan mereka dari paspornya -- kami harus menangani kondisi medis mereka.”
Beberapa anggota parlemen menuntut pemerintah untuk mendeportasi 100.000 orang asing setiap tahunnya untuk menyeimbangkan populasi negara mereka.
Tanpa memaparkan rinciannya, menteri sosial, Hind al-Sabeeh, menjanjikan rencana untuk "menyeimbangkan demografi negara tersebut dalam waktu lima tahun mendatang, tanpa mengganggu keseimbangan kerja."
Hindi Francis, seorang analis di sebuah lembaga pemikir, Rai Institute, mengatakan sentimen fobia terhadap orang asing telah meningkat di Kuwait sebagai cara untuk menghindari tuduhan terhadap penguasa.
"Banyak masalah serius yang menyangkut kondisi umum ditimpakan pada orang asing: jalanan macet, rumah sakit yang padat, banyak bidang di mana kebijakan publik telah gagal," ujarnya.
Sarah al-Qabandi, manajer tanggung jawab sosial perusahaan berusia 35 tahun, di Ooredoo Telecom mengatakan menyalahkan masalah yang dihadapi oleh Kuwait pada orang asing adalah sesuatu yang memalukan.
"Kami berharap orang di luar negeri memperlakukan kita sebagai kaum ningrat … kita ingin diperlakukan dengan baik, namun kita tidak menyambut orang lain di negeri kita sendiri,” ujar Sarah.