Liputan6.com, New York - Harga minyak kembali naik pada perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Pendorong kenaikan tersebut adalah komentar dari pemimpin organisasi dari negara-negara pengekspor minyak (OPEC) yang mendorong investor untuk kembali bertaruh jika pasokan bakal penyusut dan harga terus merangkak naik.
Mengutip Wall Street Journal, Rabu (22/2/2017), harga mentah AS untuk pengiriman Maret naik 81 sen atau 1,5 persen ke level US$ 54,21 per barel di New York Mercantile Exchange. Sedangkan untuk kontrak April juga naik 84 sen atau 1,6 persen ke US$ 54,62 per barel. Sedangkan harga minyak Brent, yang menjadi patokan global, naik 72 sen atau 1,3 persen ke angka US$ 56,90 per barel di ICE Futures Europe.
Beberapa analis menyebutkan bahwa OPEC baru saja memberikan sinyak untuk memperpanjang pemotongan produksi. Pemotongan produksi tersebut berdasarkan target pengurangan persediaan minyak global. Rencana perpanjangan pemotongan produksi tersebut diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal OPEC saat mengadakan pertemuan di London, Inggris.
Baca Juga
Advertisement
Para pelaku pasar pun sangat optimistis dengan perjanjian OPEC yang telah berjalan hampir dua bulan ini. Dalam kesepakatan awal OPEC memastikan akan memangkas produksi global sebesar 1,8 juta barel per hari. OPEC menjanjikan pemotongan tersebut akan berlangsung selama enam bulan atau sejak awal tahun hingga akhir Juni nanti.
Selain OPEC, beberapa negara produsen minyak yang tak bergabung dengan organisasi tersebut juga berjanji akan mengurangi produksi. Hal tersebut untuk mengatasi penurunan harga minyak yang telah terjadi sejak pertengahan 2014 sampai dengan akhir 2016 kemarin.
Realisasi dari pemotongan produksi tersebut telah terlihat dalam harga minyak. Dengan perjanjian pemotongan produksi tersebut membawa harga minyak kembali ke posisi tertinggi selama 19 bulan terakhir.
"OPEC sekali lagi membicarakan soal kenaikan harga. Namun memang tidak ada yang baru sama sekali dalam pembicaraan tersebut," jelas analis iiTrader dalam catatannya kepada klien.
Sementara Robbie Fraser, analis komoditas di Schneider Electric SA, Louisville, AS mengatakan bahwa ada beberapa sinyal jika OPEC akan memperpanjang perjanjian pengurangan produksi tersebut. Tentu saja hal tersebut membawa optimisme kepada pelaku pasar. Harga minyak kembali terdorong dengan adanya sinyal-sinyal dari OPEC tersebut.
Untuk diketahui, harga minyak sempat berada di posisi US$ 110 per barel pada awal 2014 lalu. Level tersebut merupakan level tertinggi dalam sejarah,