Liputan6.com, Jayapura - Tak mudah memasuki lebatnya hutan di Papua. Selain kondisi geografisnya yang sulit dijangkau, untuk masuk ke kawasan baru, lokasi tambang emas, dan pembukaan daerah baru juga harus seizin pemilik hak ulayat tanah ataupun penunggu gaib di tempat itu.
Daerah Skamto di Kabupaten Keerom, misalnya, jika ingin memasuki daerah baru di lokasi itu, prosesi adat setempat harus dihormati. Biasanya, tamu yang akan masuk ke lokasi baru itu harus membawa tembakau, pinang, kapur dan sirih, sebagai alat persembahan kepada pemilik tanah dan penunggu gaib di lokasi itu.
"Ya seperti sesajen lah. Nanti, sesajen itu kita serahkan ke pemilik tanah dan sang pemilik tanah akan berdoa dan mengucapkan mantra-mantra, sebelum kita diperkenankan masuk dan membuka daerah baru, termasuk masuk ke lokasi tambang emas," kata Herman Yoku, Ondoafi (kepala suku) di Keerom.
Baca Juga
Advertisement
Pemberian sesajen juga bisa berupa pemotongan kepala sapi, kambing atau babi yang ditanam di daerah itu dan darahnya disemprotkan pada alat berat. Pemotongan kepala hewan itu biasanya ditanam bersama dengan uang Rp 1000,- koin gobang yang besar berjumlah lima buah.
"Ada juga bentuk sesajen berupa ayam putih, baik jantan dan betina. Ayamnya harus putih semua dan kakinya kuning. Ayam ini juga biasanya dipotong di lokasi tambang atau pembukaan lahan. Biasanya, darah dari hewan persembahan itu juga mengelilingi pekerja yang akan berada di lokasi tambang," ujar dia.
Dengan persembahan yang ditujukan kepada leluhur atau penunggu gaib di daerah tersebut, diharapkan keselamatan dan kesehatan akan terus berpihak kepada para pekerja. Begitu pun dengan kemakmuran dan hasil tambang yang terus melimpah di daerah itu.
Yoku mengatakan para pekerja itu mau ke arah gunung satu ke gunung lainnya atau melakukan pekerjaannya, pasti tak akan diganggu, karena sudah meminta izin kepada pemilik tanah dan penunggu alam di daerah itu.
"Para pekerja di Papua juga diberikan keselamatan dan jarang hilang di tengah hutan," ucap Yoku.
Naga Penjaga Emas
Berbeda dengan di daerah Meepago yang terkenal dengan sungai-sungai penghasil emas yang berkilauan. Sejumlah masyarakat di daerah Meepago percaya, bahwa penunggu sejumlah lokasi tambang adalah hewan berupa ular ataupun naga.
Di daerah Degeuwo atau Nabire misalnya, penunggu tambang emas di daerah itu biasanya menjelma sebagai ular atau naga. Beberapa pekerja tambang bahkan sempat bertemu dengan jelmaan penunggu di daerah itu.
"Emas itu kan sesuatu yang sakral. Zaman dahulu saja digunakan untuk persembahan kepada Tuhan Yesus di palungan. Sehingga jika kita bekerja mencari emas, hati kita jangan dikotori oleh hal-hal lain. Harus tulus dan menghormati daerah tempat kita bekerja," ungkap John Gobay, Ketua Dewan Adat wilayah Meepago.
Menurut John, pembukaan lahan di daerah Nafisi, Kabupaten Nabire misalnya, daerah yang bukan penghasil tambang emas. Saat daerah itu dibuka pada 2007, tak ada emas sedikit pun di daerah itu.
"Namun Tuhan buka jalan. Hubungan manusia dan Tuhan di lokasi itu sangat sakral. Mereka selalu berdoa dan terus mengucapkan terima kasih atas segala sumber alam yang ada di lokasi itu," ujar dia.
Kejadian aneh lainnya juga pernah terjadi pada 2005, yakni kisah Haji Ari yang pernah membuka usaha emasnya dan sempat bangkrut. Namun saat ini, justru berjaya untuk mengelola hasil tambang itu.
"Haji Ari itu sudah habis Rp 2 miliar untuk usaha tambangnya. Dia bahkan pernah jalan kaki dari Degeuwo sampai Paniai. Tak ada uangnya lagi, bahkan bahan makanan pun dia tak punya," kata John.
Advertisement
Ikhlas Itu Kunci Emas
Namun berkat ketulusan hati dan kepercayaan yang dimilikinya, Haji Ari berhasil merintis kembali usaha tambang emasnya. Sebelum itu, ia sempat bertemu orang tua yang menunjukkan jalan agar membuka usaha tambang emas di daerah Degeuwo.
"Hasilnya, Haji Ari kini tinggal terima hasilnya saja, apalagi dia sudah memiliki helikopter," kata John.
John menilai, ada hubungan yang sangat erat antara alam di Papua dengan penunggu alam tersebut dan ketulusan hati seseorang yang ingin membuka usaha di lokasi tambang.
"Semua berkaitan erat. Jika hati kurang bagus, pasti miliaran rupiah akan habis dan tak pernah kembali," ucap dia.
Kemurnian emas di daerah Meepago memang tak ada tandingannya. Hanya dengan mata telanjang, butiran-butiran emas itu nampak jelas terlihat.
"Tidak semua emas yang berada di tanah Papua itu terdapat di sungai, namun ada juga di bebatuan, tebing dan gunung, seperti halnya dengan Gressberg di Freeport," ujar John.