Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diminta untuk percaya diri hadapi gugatan Arbitrase PT Freeport Indonesia karena memiliki banyak modal untuk memenangkan sidang internasional tersebut.
Pengamat Pertambangan Ahmad Redi mengatakan, Pemerintah Indonesia harus kuat menghadapi, jika Freeport Indonesia memilih jalan arbitrase untuk menyelesaikan masalah terkait perubahan status perusahaan dan ekspor mineral olahan (konsentrat).
"Perintah harus kuat posisinya, silahkan Freeport mengajukan gugatan ke Arbitrase. Pemerintah harus hadapi itu," kata Redi, di Jakarta, Kamis (23/2/2017).
Redi melanjutkan, Freeport memiliki banyak potensi pelanggaran kontrak, di antaranya tidak melakukan pelepasan saham sesuai yang ditetapkan dalam kontrak sebesar 51 persen, tidak membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) sesuai kapasitas produksinya dan tidak mematuhi hukum nasional.
Baca Juga
Advertisement
"Karena banyak potensi pelanggaran yang dilakukan Freport, pemerintah seharusnya menggunakan dalil-dalil itu untuk menyeret balik ke Arbitrase," papar Redi.
Redi mengatakan, pemerintah harus siapkan tim kuasa hukum terbaik dengan berkoordinasi bersama Kejaksaan Agung. "Kemudian siapkan alibi yang meyakinkan panel nanti di arbitrase bahwa posisi pemerintah ini menginginkan ada keseimbangan keadilan di situ," tambah Redi.
Redi menilai, berdasarkan pengalaman dalam persidangan Arbitrase, Indonesia beberapa kali memenangkan tuntutan. Hal tersebut menunjukan gugatan Arbitrase untuk menyelesaikan masalah sudah biasa dihadapi Indonesia.
"Kita pernah menggugat Newmont untuk kewajiban divestasi saham. Kita menang. Newmont kemudian dihukum oleh arbitrase. Kita juga digugat oleh Churcill Mining. Kita juga menang. Hal yang biasa kalau sengketa diselesaikan di arbitrase internasional," tutur Redi.
Sebelumnya Chief Executive Officer (CEO) Freeport McMoRan Richard C. Adkerson mengatakan, saat ini Freeport sedang melakukan negosiasi dengan Pemerintah Indonesia tekait perubahan status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan segala hal yang diatur didalamnya.
"Kami tetap ingin bekerjasama dengan pemerintah. Kami juga berkomitmen untuk berunding dengan pemerintah," kata Adkerson.
Pada Selasa, 21 Februari 2017, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan Freport Indonesia banyak mencederai aturan yang ada di Indonesia. Langkah Freeport untuk membawa masalah kontrak ke arbitrase akan mempengaruhi rencana perpanjangan kontrak perusahaan tambang tersebut.
"Bagus dong kalau arbitrase, biar ada kepastian hukum. Kan gini, itu semua aturan ketentuan sudah kita berikan, tidak boleh kita didikte, tidak bisa. Dia harusnya divestasi 51 persen itu 2009, dia harus bangun smelter, tapi dia tidak melakukan," jelas Luhut.
PT Freeport Indonesia pun memilih untuk menempuh jalur arbitrase jika negosiasi dengan pemerintah tidak menemukan titik temu. Freeport Indonesia tidak ingin melepas status Kontrak Karya (KK) dan mengubahnya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).