Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyatakan Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah untuk mengurangi kesenjangan pendapatan antara orang kaya dan miskin melalui pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Pertumbuhan ekonomi nasional yang tinggi belum mampu menciptakan kesetaraan.
"Inilah alasan saya kembali ke Indonesia dan bergabung lagi di pemerintahan. Karena Indonesia masih banyak potensi dan banyak sekali pekerjaan rumah untuk membuat Indonesia jadi lebih adil dan sejahtera," ucap Sri Mulyani dalam Peluncuran Laporan Ketimpangan di Jakarta, Kamis (23/2/2017).
Dijelaskannya, kinerja pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama 10 tahun terakhir tercatat cukup baik, bahkan mencapai salah satu yang tertinggi di dunia. Padahal sambung Sri Mulyani, dalam satu dekade itu, terjadi krisis ekonomi dunia pada periode 2008-2009 yang berpotensi menyeret kondisi ekonomi di era 1930.
Baca Juga
Advertisement
"Tapi kita juga perlu kritisi kualitas dari pertumbuhan. Di 2011-2012, tiap kenaikan 1 persen pertumbuhan ekonomi, menurunkan tingkat kemiskinan 0,1-0,6 persen. Tapi sekarang kemiskinan turunnya 0,033 persen setiap 1 persen pertumbuhan di 2015-2016. Jadi merosot tajam penurunan tingkat kemiskinannya," jelas Sri Mulyani.
Pemerintah, kata Sri Mulyani, menaruh perhatian lebih pada kantong-kantong kemiskinan di seluruh Indonesia, khususnya perdesaan. Di Maluku dan Papua contohnya, tingkat kemiskinan mencapai 21,9 persen.
Kondisi ketimpangan atau gini ration di Indonesia, digambarkan Sri Mulyani, mengalami peningkatan selama 2008-2012. Penurunan gini ratio stagnan dan betah berada di level 0,40, kemudian mengalami penurunan di pemerintahan ini menjadi 0,394.
"Masalah ketimpangan adalah masalah utama, pusat perhatian dari kebijakan pemerintah. Miskin itu bisa diwariskan, kalau orang miskin punya anak tidak bisa sekolah, akses kesehatan, maka tetap akan miskin. Jadi sejak dalam kandungan, orang Indonesia harus memperoleh hak-haknya," jelas dia.
Dia menambahkan, pemerintah berupaya untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan, melalui transfer ke daerah. Sehingga peranan pemerintah daerah sangat penting bagi terwujudnya visi misi pemerintah Jokowi. "Kita juga bangun infrastruktur dan memberi proteksi ke orang miskin. Termasuk melakukan reformasi perpajakan (pajak, bea cukai, dan PNBP) seperti rekomendasi dari Oxam dan INFID," terang Sri Mulyani.
Menurutnya, paling sulit adalah mengumpulkan pajak karena warga Indonesia dapat mudah menyembunyikan aset di negara lain, termasuk negara surga pajak, seperti Cayman Island, Panama, dan negara lainnya.
"Makanya kita lakukan reformasi pajak, berkomitmen dengan negara lain untuk kesepakatan pertukaran informasi otomatis (AEoI). Jadi petugas pajak bisa saling bertukar data dan informasi, sehingga ketahuan yang menyembunyikan harta di negara lain," tandas dia. (Fik/Gdn)