Cerita Titi, Guru Honorer yang Bergaji Rp 150 Ribu per Bulan

Ratusan pegawai honorer menyerbu ke Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) siang ini.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 23 Feb 2017, 13:50 WIB
Dalam aksinya, ribuan pegawai ini mengenakan seragam PNS warna cokelat dan sebagian lainnya mengenakan seragam PGRI, Jakarta, (15/10/14). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Ratusan pegawai honorer menyerbu ke Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) siang ini. Mereka rela kepanasan dijemur di bawah terik matahari demi memperjuangkan nasib mereka supaya diangkat jadi pegawai negeri sipil (PNS).

Salah satu alasan mereka ingin naik status menjadi PNS adalah aspek kesejahteraan. Kesejahteraan PNS buat mereka jauh lebih baik dibanding honorer dan akan membuat hidup mereka pun lebih baik.

Titi Purwaningsih, misalnya. Dia mengatakan pegawai honorer selama ini mendapat kehidupan yang kurang layak. Padahal, pekerjaannya sama saja dengan PNS. Titi ialah seorang guru sekolah dasar (SD) negeri di Banjarnegara Jawa Tengah. Dia mengaku hanya mendapat upah Rp 150 ribu per bulan.

"Tapi jangan tanya gaji kita, digaji tidak layak. Saya sendiri mengajar SD negeri, hanya digaji 150 (ribu) dari dana BOS dibayarkan 3 bulan sekali. Padahal saya ngojek. Ini cerita (untuk) saya sendiri, setiap hari Rp 10 ribu, Rp 20 ribu pulang pergi," kata dia kepada Liputan6.com di Kementerian PAN-RB Jakarta, Kamis (23/2/2017).

Kendati bergaji kecil, Titi yang juga Ketua Umum Forum Honorer Kategori 2 Indonesia (FHK21) ini enggan melepas pekerjaannya sebagai guru. Pasalnya, menjadi guru adalah bagian penting dari kehidupannya dan sebagai bentuk bakti kepada negara.

"Tapi jangan tanya kenapa mau, ini dari hati, panggilan jiwa. Puluhan tahun mengabdi tidak bisa hati nurani cinta pekerjaan kami," ucap dia.

Tenaga honorer lainnya, Yayah Badriyah (52), mengaku nasibnya tak jelas dan terombang-ambing hingga saat ini. Padahal, dia sudah mengabdi menjadi guru SD di Karawang, Jawa Barat, selama 20 tahun. "Saya hampir 20 tahun," kata dia.

Gaji yang diterima saat ini pun tak seberapa. Yayah menerangkan, saat pertama menjadi pegawai hanya menerima upah Rp 50 ribu per bulan. Kini upah yang diterima sekitar Rp 500 ribu per bulan.

"Itu enggak ada tunjangan, ya cukup enggak cukup," ujar dia.

Harapan untuk menjadi PNS pun sesekali muncul. Dia mengaku pernah ikut ujian untuk ikut PNS. Namun sama saja, sampai saat ini tidak ada kepastian.

"Ikut tes, nunggu lagi, mentah lagi," tutur dia.

Maka itu, dia rela pergi jauh ke Jakarta untuk menentukan nasibnya. Dia datang bersama 20 rombongan bus dari Karawang dini hari tadi.

"Dari rumah jam dua pagi, ini baru sampai. Yang jauh dari kemarin," pungkas dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya