Perppu Kerahasiaan Bank Terbit April 2017

Pemerintah sedang menyiapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait kerahasiaan perbankan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 23 Feb 2017, 18:30 WIB

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah sedang menyiapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait kerahasiaan perbankan. Dengan aturan ini, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan akan bebas memeriksa rekening nasabah bank dalam rangka mendukung pelaksanaan sistem pertukaran informasi Automatic Exchange of Information (AEoI).

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mulya E. Siregar usai Rapat Koordinasi Pertukaran Informasi, mengungkapkan, Perppu ini akan menggantikan beberapa pasal yang terkait dengan kerahasiaan bank di 4 Undang-undang (UU).

"Perppu ini untuk menggantikan beberapa pasal terkait dengan rahasia bank, yakni UU Perbankan, UU Perbankan Syariah, UU Pasar Modal, serta UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)," terangnya di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (23/2/2017).

Mulya menambahkan, draft Perppu sudah rampung. Target disahkan dan diterbitkan usai program pengampunan pajak (tax amnesty) berakhir di 31 Maret 2017. "Insha Allah. Karena itu semua yang dibutuhkan untuk AEoI," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Ken Dwijugiasteadi mengungkapkan, dengan Perppu ini, Ditjen Pajak akan leluasa mengakses data perbankan untuk kepentingan pajak.

"Perppu kerahasiaan perbankan untuk perpajakan, jadi untuk pajak otomatis boleh semua. Kerahasiaan perbankan untuk Ditjen Pajak, enak kan aku bisa lihat rekeningmu," kata dia.

Ken menuturkan, target penerbitan Perppu pada April 2017, atau sesudah program pengampunan pajak atau tax amnesty. Dia pun mengaku, sudah bertemu dan berdiskusi dengan DPR RI terkait hal ini.

"Secepatnya lah. Sebelum Mei atau pokoknya tax amnesty selesai, itu (Perppu) selesai. Karena draft Perppu-nya sudah kok," jelasnya.

Menurut Ken, untuk mendukung implementasi AEoI yang menjadi komitmen 101 negara, termasuk Indonesia, selain harus merevisi UU KUP dan lainnya, pemerintah juga harus mengikuti persyaratan yang berlaku di internasional. "Syarat internasional kan banyak yang harus dipenuhi, kalau tidak kita dikucilkan," tegas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya