Liputan6.com, Jakarta Empat miliarder Indonesia memiliki harta sama dengan 100 orang miskin. Hal ini sesuai dengan riset terbaru yang dilakukan oleh lembaga riset Oxfam.
Melansir Guardian.com, Jumat (24/2/2017), empat miliarder yang masuk dalam daftar tersebut termasuk konglomerat yang memiliki bisnis di bidang rokok seperti Budi Hartono, Michael Hartono dan Susilo Wonowidjojo. Total, empat miliarder tersebut diketahui mengendalikan aset senilai US$ 25 miliar yang kira-kira setara dengan nilai kekayaan sekitar 100 orang miskin.
Laporan itu mengatakan, kemiskinan ekstrem yang dialami oleh penduduk Indonesia telah turun drastis sejak tahun 2000. Namun masih ada 93 juta rakyat Indonesia masih hidup dengan pendapatan kurang dari US$ 2,1 atau Rp 28.000 per hari (kurs 1 US$ = 13.333) yang masuk ke dalam garis kemiskinan moderat menurut definisi Bank Dunia.
Baca Juga
Advertisement
Laporan Oxfam tersebut juga menyebut bahwa kesenjangan ekonomi yang terjadi di Indonesia terus memburuk selama 20 tahun terakhir. Jika dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lain, Indonesia memiliki pertumbuhan kesenjangan ekonomi yang lebih cepat.
Kesenjangan ekonomi yang terjadi di Indonesia disebabkan karena beberapa faktor. Fundalisme pasar yang diperkenalkan pasca krisis finansial 1997 telah menghasilkan perekonomian yang memungkinkan orang kaya meraup bagian keuntungan terbesar dari pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, ketidaksetaraan gender dinilai sebagai bentuk ketimpangan yang kerap terjadi di Indonesia. Lebih lanjut, faktor lain seperti tingkat upah yang murah, ketimpangan akses antara pedesaan dan perkotaan serta sistem perpajakan juga memainkan peran penting dalam penyebaran kekayaan di Indonesia.
Berdasarkan laporan Oxfam, selama 2016 tercatat ketimpangan Indonesia merupakan tertinggi keenam di dunia sebesar 84 persen. Sementara posisi pertama ditempati oleh Rusia dengan ketimpangan sebesar 92,3 persen, kedua adalah Denmark sebesar 89,3 persen, India sebesar 87,6 persen di peringkat ketiga, serta peringkat ke empat dan ke lima diduduki oleh Amerika Serikat dan Thailand.