Liputan6.com, Jakarta Seorang politisi Swedia mendesak agar para pegawai diberikan waktu istirahat selama 1 jam agar bisa pulang ke rumah dan melakukan hubungan seks. Jeda itu diperhitungkan dalam jam kerja.
Per-Erik Muskos (42), seorang anggota partai Sosial Demokrat Swedia, mengajukan hal itu dalam rapat dewan di Overtornea, suatu kota di utara negeri tersebut.
Menurut Muskos, ia mendukung hal tersebut karena, menurutnya, rehat seks di tengah minggu kerja akan memperbaiki kesehatan dan meningkatkan angka kelahiran di kawasan utara yang diwakilinya.
Baca Juga
Advertisement
Dikutip dari News.com.au pada Jumat (24/2/2017), ia mengatakan kepada harian Aftonbladet, "Peningkatan angka kelahiran harus dianjurkan."
"Seks juga merupakan bentuk latihan yang bagus sebagaimana dokumentasi dampak positifnya pada kesehatan, pemerintah ibarat menimpuk dua burung dengan satu kerikil, menganjurkan para pengawai menggunakan jam latihan kebugaran mereka untuk pulang dan melakukan seks dengan pasangan."
Ia mengatakan bahwa stres dalam kehidupan sehari-hari membebani hubungan, dan, menurutnya, pasangan-pasangan di Swedia tidak cukup memiliki waktu bermutu bersama-sama sehingga sulit mengekspresikan cinta mereka.
"Saya yakin seks adalah hal yang jarang dalam banyak hubungan jangka panjang. Hidup sehari-hari dipenuhi stres dan anak-anak ada di rumah. Hal (usulan) ini dapat memberikan kesempatan kepada mereka untuk memiliki waktu berdua," kata dia.
Walau terdengar remeh, urusan keintiman bukan hal sepele. Menurut suatu survei teranyar oleh harian Time Out New York, sekitar 39 persen pembaca pria mengaku melakukan masturbasi di kantor. Jajak pendapat sebelumnya pada 2012 oleh majalah Glamour menyebutkan angka 31 persen.
Ahli psikologi dan pembimbing Dr. Cliff Arnall pernah mengatakan kepada Metro bahwa rehat masturbasi dipersilahkan "jika memang motivasinya secara murni untuk melepaskan stres."
Sebagai catatan, Swedia memiliki sejumlah manfaat dalam pekerjaan yang biasanya tidak ada di negara lain, misalnya cuti kelahiran selama 480 hari dan tidak banyak pekerjaan lembur.
Menurut Better Lief Index terbitan OECD, hanya 1 persen warga Swedia yang bekerja hingga lembur. Para pekerja Swedia termasuk yang bekerja paling pendek di Eropa, setelah Finlandia dan Prancis.
Pada Januari lalu, para juru rawat di Gothenburg memulai eksperimen 2 tahun untuk mengurangi jam kerja dengan tingkat pembayaran tetap. Hasil awalnya cukup positif dan para juru rawat melaporkan kesehatan yang membaik, berkurangnya cuti sakit, dan perbaikan perawatan pasien.