Ilmuwan Menciptakan Bahan Bakar Alternatif dari Karbon Dioksida

Kabar gembira ini mungkin dapat membantu untuk mengatasi krisis energi.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 24 Feb 2017, 13:40 WIB
Ketika lampu UV dipakai untuk memanaskan kubus nano tersebut, reaksi-reaksi menghasilkan lebih banyak metan. (Sumber Chad Scales/Duke University)

Liputan6.com, Durham - Para illmuwan di Duke University, Amerika Serikat, telah mengembangkan cara baru melakukan katalis konversi karbon dioksida menjadi metana, suatu unsur dalam banyak bahan bakar alternatif.

Reaksi katalis itu terjadi karena keberadaan partikel nano bahan rhodium dan sinar ultraviolet (UV).

Dikutip dari UPI, Jumat (24/2/2017), rhodium diketahui dapat mempercepat atau mengatalis berbagai reaksi yang dipakai dalam proses-proses industri.

Peningkatan energi yang diberikan oleh logam langka itu amat besar sehingga memperpendek waktu katalis dan menghasilkan zat kimia sampingan yang tidak diinginkan.

Para peneliti Duke University mendapati, mereka bisa menghilangkan hasil-hasil yang tak diinginkan dengan memperkecil serpih-serpih rhodium hingga berukuran nano melalui proses plasmonik yang kemudian disorot dengan sinar UV.

Menurut Henry Everitt, wakil profesor fisika Duke University, melalui pernyataan tertulis, "Secara efektif, partikel nano suatu logam plasmonik yang berperan seperti antena yang menyerap cahaya kelihatan dan UV secara sangat efisien sehingga bisa melakukan beberapa hal. Misalnya, membangkitkan medan listrik yang kuat."

"Dalam beberapa tahun terakhir telah diketahui bahwa sifat yang demikian mungkin dapat dipakai dalam proses katalisis."

Ketika para ilmuwan melewatkan karbon dioksida dan hidrogen melalui kubus nano zat rhodium yang dipanaskan hingga 300 derajat Celcius, maka reaksi-reaksi kimianya menghasilkan metan dan karbon monoksida dalam jumlah yang imbang.

Namun, ketika lampu UV dipakai untuk memanaskan kubus nano tersebut, reaksi-reaksi menghasilkan lebih banyak metan.

Kubus nano zat rhodium menjadi katalis perubahan karbon dioksida menjadi metan, bahan lazim energi alternatif. (Sumber Xiao Zhang/Duke University)

"Jika reaksi itu hanya memiliki kemungkinan pemilahan 50 persen, maka biayanya dua kali lipat dibandingkan kemungkinan pemilahan yang mendekati 100 persen," kata Xiao Zhang, mahasiswa S3 yang menjadi anggota tim peneliti.

"Jika pemilahannya sangat tinggi, kita bisa menghemat waktu dan energi karena tidak perlu lagi memurnikan hasilnya."

Temuan yang dipaparkan terperinci dalam jurnal Nature Communications ini diyakini dapat diterapkan pada reaksi-reaksi kimia lainnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya