Liputan6.com, Jakarta Kehebatan media sosial dalam penyebaran informasi kini justru membuahkan efek negatif, sejak menjamurnya kehadiran berita bohong atau berita Hoax. Ditambah, masyarakat Indonesia kini telah dimanjakan dengan kemajuan teknologi, sehingga berita bohong tersebut mudah diakses dalam hitungan detik lewat akun media sosial melalui gawai pribadi.
Sungguh ironis ketika setiap hari masyarakat membuka layar gawai dan dihantui dengan sederet narasi mengancam, isu membabi buta tanpa fakta akurat, dan tak kalah pesan propaganda yang menyulut emosi pembacanya.
Advertisement
Pembuat berita Hoax bukan lagi mereka yang memiliki kekuasaan, jabatan, atau mereka yang berasal dari status tertinggi di negara ini. Mereka ialah tangan-tangan dan jemari tak bertanggung jawab yang secara tidak langsung mencekoki visi, intuisi, dan asumsi pembaca menuju lorong ketakutan, kebencian, perpecahan, dan prasangka buruk.
Menelan mentah berita Hoax pada akhirnya melahirkan mental paranoid yang amat merugikan bangsa Indonesia.
Meski bukan Indonesia saja yang mengalami kondisi ini, tapi negara yang dikenal berpenduduk ramah dan kaya akan budaya sudah mulai terinfeksi oleh berita Hoax. Sampai-sampai pemerintah ikut campur tangan memeranginya. Disampaikan, Kepala Staf Kepresidenan Indonesia Teten Masduki, berita hoax bukanlah bentuk demokrasi, melainkan hal yang dapat merusak demokrasi itu sendiri.
Menurut Teten, untuk memerangi berita palsu tersebut, pemerintah Indonesia bekerjasama dengan seluruh perusahaan platform untuk menghentikan iklan untuk portal-portal yang menebar fitnah.
Selain itu, melansir jalandamai.org, Minggu (26/2/2017) masyarakat juga harus mewaspadai dan cerdas untuk membaca, menangkap, dan menilai berita melalui proses filterisasi dan cek kebenaran konten dan sumber.
"Selanjutnya masyarakat harus mempunyai pikiran terbuka untuk tidak merasa puas dengan satu konten tertentu dan melihat dari sudut pandang berbeda."