Liputan6.com, Jayapura - Kepolisian Daerah Papua terus mencegah agar konflik pilkada di Intan Jaya tak meluas ke daerah lain. Konflik pilkada di Intan Jaya juga sering di salah artikan masyarakat setempat dengan sebutan perang suku.
Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw menyebutkan itu bukan perang suku yang menjadi budaya masyarakat di pegunungan tengah Papua. Jika perang suku terjadi, masing-masing kelompok saling berhadapan.
Advertisement
Didalam perang suku juga ada aturan yang tak boleh dilanggar. Misalnya tak boleh dilakukan pada perempuan dan anak serta ada kesepakatan waktu untuk berperang antar dua kelompok itu.
"Konflik di Intan Jaya saat ini dilakukan dengan cara membunuh sembunyi-sembunyi. Ada 2-3 orang yang melakukan pembunuhan itu. Ini adalah konflik untuk kepentingan dua pasangan calon. Jadi, kita harus hentikan dan mencegah masyarakat menjadi korban,” ucap dia, Minggu (26/2/2017).
Dirinya juga menyesalkan tak adanya peran tokoh masyarakat dalam hal ini. Apalagi kepedulian dari tim pemenangan calon yang seharusnya bisa mencegah konflik terjadi.
"Konflik yang terjadi di Intan Jaya juga sudah mengarah ke SARA, sebab masyarakat yang bertikai adalah Suku Moni dan Dani. Jelas-jelas ada pemisahan dalam konflik ini. Padahal kedua suku ini adalah keluarga dan banyak yang sudah kawin campur. Harusnya ini tak boleh terjadi. Mereka saling serang, saling melukai dan saling membunuh,” jelas Paulus.
Informasi yang diterima Liputan6.com, Suku Dani saat ini yang telah mengungsi ke daerah Timika dan Nabire, pasca konflik tersebut. Sementara wilayah Intan Jaya dikuasai oleh Suku Moni.
Karena tak adanya pemerintahan saat ini di Intan Jaya, kapolda setempat langsung mengambil alih pemerintahan di sana. "Saya hadir di lokasi kejadian, untuk langsung memegang kendali. Semua korban akan kami evakuasi dengan menggunakan pesawat yang sudah kami carter,” ujar Paulus.