Liputan6.com, Jakarta - Dua papan bunga duka cita dan satu bendera kuning terpasang di sebuah rumah di kawasan Kebon Jeruk Jakarta Barat. "Ibunya masih nangis, belum bisa ditemui," ujar seorang lelaki.
Maisah, seorang ibu yang kehilangan dua anaknya tak berhenti menangis. Ibu 32 tahun ini berusaha merelakan kepergian kedua anaknya yang terseret arus banjir Jakarta.
Advertisement
Kedua buah hatinya, Bunyamin dan Yusa, lepas dari genggamannya saat menyeberangi jembatan yang air kalinya mendadak meluap menyapu jembatan.
Bunyamin, bocah empat tahun itu baru saja dikuburkan bersama adiknya, Yusa yang berusia dua tahun. Saat Liputan6.com mendatangi rumah duka, Minggu 26 Februari 2017, tak banyak cerita yang disampaikan keluarga korban banjir Jakarta ini.
Sabtu malam, 25 Februari 2017, sekitar pukul 19.00 WIB, Maisah, Bunyamin, Yusa, dan adiknya yang digendong sang ibu hendak pulang. Saat itu, Bunyamin dan Yusa berpegangan pada ibunya.
Namun, Maisah tidak bisa memegang anaknya dengan erat karena dia sedang menggendong bayi dan membawa barang bawaan. Maisah pun tengah hamil tua.
Ketika melewati jembatan di Jalan Qrisdoren II, RT 8/10, Kelurahan Sukabumi Utara, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, mendadak air Kali Sekretaris meluap hingga meluber ke jembatan yang dilewati Maisah dan anak-anaknya. Bunyamin dan Yusa pun terlepas dari genggaman Maisah.
Itulah saat terakhir Maisah melihat kedua anaknya itu dalam kondisi hidup. Namun, ini bukan duka yang pertama, dua tahun sebelumnya, kembaran Bunyamin juga meninggal dunia karena sakit.
"Udah sama kembarannya," ujar Maisah lirih sambil terisak melepas dua anaknya masuk liang kubur.
Seperti diceritakan Babinsa Koramil Kebon Jeruk Sersan Mayor Dikdo Utomo, yang menyaksikan langsung tragedi itu. Awalnya, Dikdo sedang piket dan berteduh. Ia melihat Bunyamin bersama ibunya dan dua adiknya baru turun dari mikrolet.
Mereka turun di ujung jembatan. Hujan masih rinai, Maisah sengaja memilih turun di sana, agar cepat sampai rumah. Tiba-tiba saat mereka menyeberangi jembatan, air Kali Sekretaris meluap.
"Tinggi air yang melintas di jembatan itu sekitar 30 - 40 centimeter," jelas Dikdo pada wartawan di Jakarta Barat.
Malang tak bisa dielakkan, dua anak Maisah terseret arus air banjir Jakarta itu. Air setinggi 40 cm meter itu membawa anaknya untuk selamanya. Maisah berteriak.
Kebetulan di ujung jembatan sekumpulan anak muda sedang nongkrong dan mendengar teriakan Maisah.
Seketika warga ramai dan keluar rumah. Mereka menyusuri pinggir kali dan mencari dua balita yang terseret. Beberapa warga yang tahu ada jembatan lainnya tak jauh dari sana lekas menghadang di lokasi jembatan itu.
"Sebab warga sudah memprediksi pasti akan tersangkut di jembatan yang jaraknya hanya sekitar 1 kilometer dari lokasi kedua balita lenyap terseret arus," terang Dikdo.
Sekitar 20 menit kemudian warga melihat sebuah jaket. Begitu diangkat, ternyata itu Bunyamin. Tubuh bocah lelaki itu lekas diangkat dan dibawa ke masjid yang tak jauh dari situ. Selang beberapa saat, ketika Bunyamin dilarikan ke masjid, Yusa pun ditemukan warga.
"Masih bernafas itu waktu ditemukan. Tapi sudah tak sadar," kata Dikdo.
Di dalam masjid, masih ada beberapa jemaah yang sedang beribadah. Sontak mereka langsung mencoba memberikan pertolongan.
Maisah terus menangis, dua buah hatinya tergeletak tak berdaya. Warga memberikan pertolongan dengan cara memberi nafas bantuan lewat mulut dan memompa dada Bunyamin dan Yusa.
Sayang, Tuhan berkata lain. Dua bocah tak berdosa itu menghembuskan nafas terakhirnya di dalam masjid. Mereka menjadi korban banjir Jakarta. "Setelah semua upaya dilakukan baru dibawa ke rumah sakit," ucap Dikdo.