Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto akan memanfaatkan kunjungan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud untuk menarik minat investasi di sektor industri petrokimia. Hal ini sejalan dengan fokus pemerintah untuk mendorong pertumbuhan industri tersebut.
"Kalau di industri kita dorong, industri pengembangan petrokimia apakah nanti berbasis gasifikasi atau berbasis gas," ujar dia di Surabaya, Jawa Timur, Senin (27/2/2017).
Namun demikian, lanjut Airlangga, semua nanti akan ditentukan melalui pembicaraan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Raja Arab Saudi tersebut. "Belum ada (minat untuk investasi), nanti akan dibahas," lanjut dia.
Menurut dia, yang menjadi konsern pemerintah salah satunya soal tindak lanjut kerja sama Pertamina dengan Saudi Aramco. Kedua perusahaan tersebut sebelumnya telah menandatangani Joint Venture Development Agreement (JVDA) sebagai tonggak awal bagi kedua belah pihak dalam pengembangan dan pengoperasian Refinery Unit IV Cilacap, Jawa Tengah.
Baca Juga
Advertisement
"Pertama, kalau pemerintah berharap Aramco dan Pertamina bisa ditanda tangan untuk Cilacap. Kedua, nanti tentu akan dibahas kesempatan-kesempatan atau peluang-peluang yang ada," tandas dia.
Sebelumnya, Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) menilai kunjungan Raja Arab Saudi Salman Bin Abdulaziz Al-Saud sangat strategis untuk pembangunan infrastruktur di Tanah Air. Menurut Hipmi, Arab Saudi dapat dijadikan pintu masuk mengakses dana-dana tak terbatas (unlimited fund) di Timur Tengah.
“Dalam konteks Indonesia yang sedang membangun infrastruktur, Arab Saudi dapat menjadi pintu masuk untuk mengakses unlimited fund di Timur Tengah,” ujar Ketua Umum BPP Hipmi Bahlil Lahadalia dalam keterangannya, Senin (27/2/2017).
Bahlil mengatakan, pemerintah membutuhkan dana yang besar untuk membangun infrastruktur. Selain Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), pemerintah telah mengeksplorasi pembiayaan non APBN atau Program Investasi Non-Anggaran Pemerintah (PINA). Melalui skema PINA ini, pemerintah dapat juga mengoptimalkan sumber pembiayaan dari Timur Tengah melalui Arab Saudi.
Selain China, Jepang, sumber pembiayaan Timur Tengah dapat menjadi alternatif utama. Sebab potensi dana dari Timur Tengah sangat besar. Hipmi mengatakan, selama ini dana-dana investasi dari Timur Tengah masih sangat mahal. Sebab dana tersebut terlebih dahulu 'tersangkut' di Malaysia dan Singapura.
“Sebab dua negara ini lebih gesit dari kita. Dia bilang investasi dia. Padahal dananya dari Timur Tengah. Makanya kita tidak boleh kalah gesit dari Malaysia dan Singapura. Kita optimalkan kedatangan Raja Arab Saudi,” tambah Bahlil. (Dny/Gdn)