Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini, beredar rumor yang menyebutkan Zalora Indonesia akan diakuisisi oleh PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAP), salah satu pemain ritel terbesar di Indonesia.
Informasi tersebut muncul sesaat setelah Zalora Filipina mengantongi pendanaan dari Ayala Group, perusahaan konglomerasi di Filipina.
Kabar Zalora yang akan diakuisisi dari MAP seolah juga mengisyaratkan bahwa e-Commerce yang bergerak di fashion dan lifestyle tersebut akan segera hengkang di Indonesia.
Pasalnya, Zalora Vietnam dan Thailand sudah lebih dulu menutup operasional. Lalu apakah benar bahwa sepak terjang bisnis Zalora Indonesia akan segera berakhir?
CEO Zalora Group, Parker Gundersen, membantah rumor tersebut. Ia mengatakan, Zalora akan tetap beroperasi di Indonesia. Menurutnya, pasar Indonesia merupakan segmen pasar e-Commerce yang potensial.
Baca Juga
Advertisement
"Indonesia dalah pasar yang tak ingin kami tinggalkan. Soal laporan yang mengatakan Zalora akan tutup di Filipina dan Indonesia, itu tidak benar. Indonesia punya peranan penting dan memiliki kesempatan besar untuk pasar e-Commerce di Asia Tenggara," kata Gundersen kepada Tekno Liputan6.com dalam sesi exclusive conference call, Selasa (28/2/2017).
Dengan begitu, Gundersen menekankan bahwa spekulasi yang menyoal tutupnya Zalora di Indonesia tidak akurat.
Terkait proses akusisi, hal tersebut ia tegaskan juga tidak benar. Ia menuturkan, MAP hanya terlibat sebagai mitra supplier. Nantinya, sejumlah brand MAP akan masuk ke Zalora.
Sayang, pada poin ini Gundersen enggan mengungkap detail lebih jauh. Ia hanya memberikan beberapa brand yang akan muncul di Zalora. Adapun brand tersebut adalah: Converse, Skechers, Reebok, New Balance, Asics dan Asics Tiger, Airwalk, Ecco, Rockport dan Diadora.
Terkait pendanaan yang dilakukan Ayala Group, Gundersen menerangkan bahwa proses dilakukan dengan tujuan strategis yang dipandang kedua belah pihak. Dari Ayala Group, proses tersebut dilakukan untuk mengakselerasikan pertumbuhan bisnis Zalora di Filipina lebih masif.
"Proses (pendanaan) bukan berarti Zalora menjual aset. Ini memberikan kami kesempatan untuk meraih konsumen di pasar. Kesempatan itu, kami lihat ada dari yang ditawarkan Ayala," kata Gundersen.
Lantas, dengan tetap beroperasinya Zalora di Indonesia, apakah ada strategi bisnis yang harus digeber agar Zalora tetap begerilya di pasar? Ia mengatakan saat ini pihaknya tenah memperkuat infrastruktur perusahaan seperti kecepatan pengkajian data barang.
"Kami juga memperkuat fundamental bisnis kami, serta memposisikan ulang unit ekonomis dari barang-barang yang dijual, serta meningkatkan portfolio brand," pungkas Gundersen.
Sekadar informasi, Zalora berdiri pada 2012 dan mengantongi nilai sebesar US$ 200 juta (Rp 2,6 triliun) dari sejumlah investor besar dalam waktu dua tahun saja.
Pada 2014, Rocket Internet, perusahaan pemodal ventura Zalora, mendirikan GFG (Global Fashion Group), yakni perusahaan yang mengatur bisnis e-Commerce Zalora di seluruh dunia.
Sayangnya, tak lama sesaat setelah GFG didirkan, dua petinggi Zalora, Managing Director Zalora Singapura Harry Markl dan co-founder Zalora, Avni Pundir, harus meninggalkan perusahaan.
(Jek/Cas)