Liputan6.com, Cirebon - Serikat buruh dan keluarga Rusmini Wati dari Indramayu yang berkasus di Arab Saudi terus berjuang menuntut pembebasan. Upaya itu akan diintensifkan seiring kedatangan Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud dari Arab Saudi ke Indonesia.
Rusmini Wati (31), seorang TKI asal Desa Sukadana, Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu, divonis mati di Riyadh pada 2012 lalu. Dalam perkembangannya Rusmini divonis kurungan dan cambuk.
Tolib, kakak kandung Rusmini, mengatakan adiknya selama di tahanan setiap hari mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
"Adik saya selalu cerita setiap hari dimanfaatkan petugas mulai dari bersih-bersih rumah, memasak, sampai mencuci pakaian dari pagi sampai semuanya beres. Setelah itu adik saya diantar kembali ke rumah tahanan," kata Tolib, Selasa, 28 Februari 2017.
Baca Juga
Advertisement
Tolib turut mendampingi Riko, suami Rusmini, untuk terus berjuang membebaskan Rusmini. Warga Desa Sukadana, Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu itu dihukum atas tuduhan telah menggunakan sihir untuk membunuh anak dari majikan Rusmini.
Terkait kasusnya, Rusmini sudah menjalani hukuman 5 tahun penjara dan mendapatkan 1.200 kali cambukan. "Kami dan keluarga didampingi SBMI Indramayu terus berjuang membebaskan adik saya agar bebas dan dipulangkan," kata dia.
Keluarga bersama Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Kabupaten Indramayu mendesak perwakilan pemerintah yang ada di Riyadh, Arab Saudi untuk menuntut balik majikan karena telah memfitnah Rusmini.
Vonis Cambuk 1.200 Kali
Ketua SBMI Indramayu, Juwarih, menjelaskan Rusmini menjadi TKI di Negara Arab Saudi melalui PT. Nurbakti Langgen Mandiri pada bulan Oktober 2009. Rusmini bekerja pada majikan bernama Abdul Aziz Muh Al Zanidi.
Awalnya sang majikan memperlakukan Rusmini dengan baik. Namun setelah majikan laki-laki berpoligami sampai memiliki empat istri, majikan perempuan yang istri pertama sering marah-marah pada Rusmini.
Kendati Rusmini tidak melakukan kesalahan, majikan juga menahan gaji Rusmini selama lebih dari dua tahun bekerja.
"Rusmini hanya menerima uang sejumlah Rp 1,3 juta yang dikirimkan ke keluarganya di kampung halaman. Dan juga pasca dipoligami majikan perempuan dan anaknya sering sakit-sakitan," kata Juwarih.
Setelah bekerja lebih dari dua tahun saat Rusmini akan pulang ke kampung halamannya di Indramayu, sang majikan laki-laki melaporkan Rusmini ke kantor polisi dengan tuduhan menggunakan sihir kepada istri dan anaknya. Setelah dijebloskan pada 12 Juli 2012, di persidangan Rusmini divonis hukuman mati dan denda 1 juta Real.
Namun, Rusmini menolak putusan hakim pada persidangan pertama melalui pengacaranya yang disiapkan oleh KBRI Riyadh serta mengajukan banding atas vonis hakim kepada Rusmini. Pada Januari 2015, Majelis Hakim Pengadilan Shagra membebaskan Rusmini dari hukuman pancung menjadi hukuman penjara 8 tahun atas hak khusus.
Pada September 2016, kembali KBRI Riyadh melalui pengacaranya berhasil menyakinkan hakim untuk mengubah denda 1 juta Real menjadi hukuman tahanan 4 tahun atas hak umum. Jadi, total hukuman yang diterima Rusmini saat ini menjadi 12 tahun kurungan penjara.
"Tidak jadi dihukum mati. Tapi tetap akan kami perjuangkan untuk dibebaskan karena hukuman tersebut tidak fair dan Rusmini tidak terbukti atas tuduhan sihir yang dilaporkan majikan," kata Juwarih.
Dia mengaku tidak tahu berapa hukuman cambuk yang dialami Rusmini dan sisa cambukan yang akan dilakukan kepada Rusmini.
"Kalau sisa hukuman 7 tahun lagi, kalau cambukan kami kurang tahu berapa kali cambukan lagi," kata Juwarih.
Advertisement