Liputan6.com, Sidrap - Wa' Lampu, kakek berusia 80 tahun itu sangat berharap bisa bertemu Baharuddin Jusuf Habibie. Pria yang tinggal di kebun jagung di Kelurahan Massepe, Kecamatan Tellu Limpoe, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan itu mengaku menyimpan sejarah tentang orangtua kandung Presiden ke-3 Republik Indonesia berdasarkan buku tua warisan kakeknya yang disimpan sejak 1960.
Berdasarkan penelusuran Liputan6.com, ayah BJ Habibie adalah Alwi Abdul Jalil Habibie, pria keturunan arab yang meninggal pada 1950 di Makassar. Sementara, ibunya adalah Raden Ayu Tuti Marini Puspowardojo, wanita cantik keturunan Jawa berasal dari Yogyakarta yang meninggal pada 1990.
Namun menurut Wa' Lampu, berdasarkan buku tua warisan kakeknya, ayah kandung BJ Habibie adalah Puang Sayye'. Ayah Habibie meninggal saat Habibie masih berusia 7 bulan dalam kandungan ibunya. Sementara, ibu kandung Habibie adalah I Carabibi yang meninggal sesaat setelah melahirkan putranya.
"Habibie tidak tahu akan hal itu karena ayahnya meninggal saat Habibie masih 7 bulan dalam kandungan sementara ibunya meninggal saat melahirkan Habibie," kata Wa' Lampu dalam Bahasa Bugis kepada Liputan6.com, Selasa, 28 Februari 2017.
Setelah Habibie dilahirkan, lanjut Wa' Lampu, Habibie kemudian dirawat oleh ibu Wa' Lampu. Setelah itu, Habibie dirawat hingga besar oleh neneknya yang bernama I Padarai, anak dari Arung Kupa, Bojo, di perbatasan Kota Parepare dan Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
"Jadi setelah lahir, Habibie sempat dirawat sementara oleh ibu saya, lalu diambil sama neneknya untuk dirawat hingga besar," tutur dia.
Dalam buku itu, kata dia sambil menunjukkan buku tua usang miliknya, dijelaskan pula tempat Puang Sayye', ayah Habibie, dimakamkan dan tempat pusara I Carabibi, ibu kandung BJ Habibie.
Baca Juga
Advertisement
"Puang Sayye kuburannya berada di sebelah selatan Desa Lise', (Kabupaten Sidrap) sementara I Carabibi dimakamkan di Kelurahan Wette'e, (Kabupaten Sidrap) tak jauh dari Danau Sidenreng," ujar Wa' Lampu.
Wa' Lampu hanya berharap dapat segera dipertemukan dengan BJ Habibie. Menurut dia, sudah terlalu banyak rintangan yang harus dihadapi demi menjaga kerahasiaan isi-isi buku tua usang miliknya itu.
"Untungnya, saya memegang pesan kakek saya kalau saya baru boleh membuka buku ini setelah Indonesia diperintah oleh pemerintah ketujuh. Jadi, pas pelantikan presiden yang sekarang, baru saya buka dan isinya pun baru saya tahu," kata Wa' Lampu.
Beberapa kali, kata dia, ada orang yang berniat mencuri buku miliknya atau bahkan berniat membeli bukunya itu. Namun karena baginya buku itu sangat penting untuk disampaikan langsung kepada BJ Habibie, ia menjaga buku itu selama berpuluh-puluh tahun hingga saat ini.
"Bukan cuma niat mencuri, ada yang mau membeli atau mencoba membohongi saya, dengan iming-iming uang atau berjanji akan mempertemukan saya dengan Habibie," ujar Wa' Lampu.