Liputan6.com, Jakarta - Bagi sebagian orang, pembangunan berkelanjutan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dan bagaimana mencari jalan untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang, tanpa menghabiskan modal alam. Namun untuk sebagian yang lain, konsep "pertumbuhan ekonomi" itu sendiri bermasalah karena sumber daya alam yang terbatas.
Baca Juga
Advertisement
Proses pembangunan di masa modern sudah seharusnya berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan. Hal tersebut yang mencetus lahirnya pembangunan berkelanjutan atau sustainable development. Dalam pembangunan berkelanjutan, tiga prinsip yakni ekonomi, sosial, dan lingkungan saling bergantung dan memperkuat.
Kota-kota besar di dunia, perlahan-lahan mulai berusaha memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Salah satu cara menjawab tantangan tersebut yakni lewat rancangan bangunan yang berkontribusi pada masyarakat berkelanjutan.
Jacques Ferrier sebagai salah satu arsitek Perancis kenamaan, mengejawantahkan tantangan pembangunan berkelanjutan tersebut dalam rancangan-rancangannya. Dalam berkarya, ia senantiasa berkolaborasi dengan pelaku bisnis dan industri lewat berbagai riset dan inovasi. Tak heran, rancangannya tak hanya dipakai di Perancis tapi juga di berbagai negara lain.
Sebut saja Paviliun Perancis dalam Expo 2010 di Shanghai, Museum La Voile di Lorient, Gedung Hachette Livre di Vanves, Gedung Pusat Pelayanan Airbus di Toulouse, gedung-gedung pelayanan publik, serta berbagai pusat penelitian.
Pada 2010, Jacques Ferrier dan koleganya Pauline Marchetti berkolaborasi dengan ahli filsafat Perancis, Phillipe Simay membangun Sensual City Studio, sebuah laboratorium yang didekasikan bagi pengembangan pembangunan kota dengan pendekatan humanis dan penuh kepekaan.
Bersama Institut Perancis Indonesia, Jacques Ferrier menggelar pameran arsitektur bertajuk "A Vision for the Sensual City" pada 28 Februari sampai 08 Maret 2017 di Noble House Mega Kuningan, Jakarta.
Dalam pembukaannya, Menteri Luar Negeri dan Pembangunan Internasional Republik Perancis Jean-Marc Ayrault mengapresiasi karya-karya Ferrier yang menurutnya luar biasa.
Bagi Ayrault, pameran arsitektur tersebut mencerminkan panggilan jiwa seorang humanis. Ferrier dengan karyanya yang unik, menempatkan manusia dan kesehariannya dalam tiap karyanya.
"Karya-karyanya menjadi salah satu jawaban terhadap pembangunan berkelanjutan dan tantangan krusial yang mendunia. Tak terkecuali bagi Indonesia yang sedang mengalami perubahan besar," ujar dia dalam pembukaan pameran di Jakarta, Selasa (28/02/2017).
Bagi Ferrier, pertaruhan lingkungan hidup dan sosial, polusi, serta risiko cuaca menjadi tantangan penting terutama di kota-kota besar di Asia. Tantangan-tantangan itu menjadi alasan bagi dia untuk tidak hanya menciptakan rancangan hanya dengan satu teknik saja.
"Kota sensual adalah tema yang saya angkat pada pameran ini. Rancangan-rancanngan ini merupakan satu kesatuan yang memadukan humanisme global dan lokal," ujar Jacques Ferrier.
Ferrier menambahkan bahwa rancangan dia menjadi salah satu gambaran bagi arsitek lainnya bagaimana memberdayakan teknologi canggih untuk menciptakan arsitektur berkelanjutan dan kontekstual. Ia berharap, akan terjadi beberapa realisasi konkrit akan rancangannya tersebut di Indonesia, khususnya Jakarta nantinya.
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6