Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengeluhkan buruknya standarisasi atas produk maupun komoditas ekspor Indonesia, termasuk hasil perkebunan nusantara. Kelemahan ini dimanfaatkan negara lain yang mampu membuat standarisasi lebih baik sehingga mempunyai nilai tambah cukup tinggi.
"Ada satu yang perlu kita punya, yakni standarisasi. Tanpa standar yang jelas, kita akan selalu bermasalah, apalagi kalau mau ekspor ke luar negeri. Akibatnya kita ekspor barang yang tak terstandarisasi dengan baik," dia menjelaskan saat membuka acara orld Plantation Conferences and Exhibition (WPLACE) 2017 di kantornya, Jakarta, Kamis (2/3/2017).
Advertisement
Indonesia merupakan salah satu pengekspor kayu manis terbesar di dunia. Menurut Darmin, sebesar 70 persen kebutuhan dunia terhadap kayu manis dipasok dari Indonesia. Kayu manis di Jambi misalnya, banyak diekspor ke Singapura.
Sebelum dikirim ke Singapura, kata Darmin, kayu manis itu hanya dijemur di bawah sinar matahari tanpa menggunakan peralatan apapun. Saat hujan turun, muncul jamur di kayu manis tersebut. Itu karena tidak ada standarisasi yang jelas untuk pengolahan kayu manis.
"Setelah diekspor ke Singapura, mereka yang melakukan standarisasi. Mereka bikin standarnya dan dilabeli merek, kemudian dijual lagi harganya naik tiga kali lipat dari yang kita jual," keluhnya.
Oleh karena itu, Darmin berharap, dengan anggaran yang ada, dibuat sebuat rancangan untuk meningkatkan standarisasi atas produk hasil pertanian atau perkebunan Indonesia.
"Janganlah petani cuma dijadikan sebagai objek saja untuk menerima proyek besar kita. Subsidi pemerintah memang ada, tapi pasar juga harus ada. Jika tidak, maka tidak ada dayanya buat masyarakat kita," dia menegaskan.