Kejar Pajak Importir Daging, Mendag Minta Laporan HPP

Segala bentuk data transaksi importir atau feedloter sampai ke RPH, akan dikirimkan ke Ditjen Pajak.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 02 Mar 2017, 19:15 WIB
Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/2). Rapat tersebut membahas harga cabe dan daging sapi yang sempat melonjak tinggi. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita meminta para importir, termasuk perusahaan penggemukan sapi (feedloter) untuk melaporkan Harga Pokok Produksi (HPP). Data transaksi dari feedloter ini nantinya akan diserahkan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan Ditjen Bea Cukai.

"Saya sudah meminta sampai dengan akhir minggu ini, seluruh feedloter harus menyampaikan harga pokok," tegas Enggar saat acara Penandatanganan Nota Kesepahaman dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (2/3/2017).

Menurutnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah melakukan relaksasi mengenai bobot ternak yang boleh diimpor dari 350-450 Kilogram (Kg) per ekor dan kemudian digemukkan di Indonesia. Kemendag, juga telah bernegosiasi dengan pemerintah Australia untuk menurunkan harga jual.

"Kita sudah lakukan negosiasi, harganya akan turun 1 dolar Australia dari 3,4 dolar Australia menjadi 2,4 dolar Australia. Dari situ bisa dihitung harga pokoknya, komponen apa saja yang membentuk harga itu," dia menjelaskan.

"Harga ini kalau sudah diketahui, lalu (sapi) pergi ke Rumah Pemotongan Hewan (RPH), kemudian ada pembagian kulit dan jeroan yang katanya milik mereka," lanjutnya.

Nantinya segala bentuk data transaksi feedloter sampai ke RPH, akan dikirimkan ke Ditjen Pajak. Hal ini untuk menghindari kecurangan pengusaha atau importir dalam pembayaran pajak, mengingat untung tidak wajar, namun setoran pajak kecil.

"Jadi tidak ada dusta di antara kita. Kita sudah capek bicara baik-baik, keuntungan berlebihan tapi tidak lapor pajak. Kita akan menyerahkan seluruh data yang ada di Kemendag, karena tidak mungkin lagi mereka untuk bersembunyi," dia menjelaskan.

Pihaknya juga bekerja sama dengan Ditjen Bea Cukai untuk memberantas penyelundupan daging beku ke Indonesia. Enggar mengklaim, harga daging beku di Indonesia sudah mencapai Rp 80 ribu per Kg.

"Dengan Ditjen Bea Cukai, kita sudah koordinasi supaya daging yang masuk ke sini lebih banyak yang legal. Karena dari Pantai Timur banyak masuk penyelundupan daging karena jumlah yang beredar lebih banyak dibanding kuota impor," papar Enggar.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati kesal ketika mengetahui data-data laporan pajak dari importir daging sapi ini. Dari data Ditjen Pajak, kepatuhan Wajib Pajak (WP) atau importir dalam penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh).

Untuk WP terdaftar naik dari 2.473 WP di 2013, menjadi 2.496 WP di 2014 dan meningkat lagi pada tahun berikutnya menjadi 2.541 WP. Sementara WP yang membayar PPh Pasal 25 dan 29 justru mengalami penurunan dalam tiga tahun, yakni 86 WP di 2013, 77 WP di 2014, dan 75 WP pada 2015. Sedangkan WP lapor SPT Tahunan dari 112 WP pada 2013, 144 WP di 2014 menjadi 191 WP di 2015.

Ironisnya pembayaran pajak importir daging beku nampak merosot setiap tahun. Untuk pembayaran PPh Pasal 25 dan 29 oleh WP Badan pada 2015 tercatat hanya Rp 464 miliar.

Turun dari tahun sebelumnya sebesar Rp 593 miliar dan Rp 803 miliar di 2013. Setoran PPh Pasal 22 Impor naik dari Rp 431 miliar di 2013 menjadi Rp 592 miliar di 2014, dan menjadi Rp 614 miliar di 2015.

Begitupun pajak lainnya dari Rp 1,12 triliun di 2013 menjadi Rp 1,23 triliun di 2014, dan Rp 1,36 triliun pada 2015. Totalnya pada 2015 pembayaran pajak dari importir daging beku sebesar Rp 2.44 triliun atau turun dari 2015 sebesar Rp 2,41 triliun dan Rp 2,36 triliun pada 2013.
 
"Setoran pajak importir daging sapi ini tidak banyak, makanya saya kesal. Kalau dapat untung tidak wajar, negara berhak mengambil dalam bentuk pajak," kata Sri Mulyani. (Fik/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya