40 Persen Jalan Bengkulu Berlubang, Apa Prediksi BI?

Selain jalan berlubang, Bengkulu juga mengalami masalah dalam penentuan tarif angkutan dan ketersediaan listrik.

oleh Yuliardi Hardjo Putro diperbarui 04 Mar 2017, 12:03 WIB
Kondisi jalan berlubang di Bengkulu yang mencapai 40 persen berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi di Bengkulu (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo)

Liputan6.com, Bengkulu - Kondisi jalan berlubang di Provinsi Bengkulu berdampak kepada laju pertumbuhan ekonomi di daerah ini. Kondisi jalan rusak yang sudah mendekati angka 40 persen itu berperan sangat besar menekan pertumbuhan ekonomi secara makro.

Jalan berlubang yang merupakan infrastruktur dasar itu mengakibatkan distribusi delapan komoditas utama ke daerah menjadi terhambat. Akibatnya tekanan terhadap inflasi menjadi meningkat.

Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Bengkulu Endang Kurnia Saputra mengatakan, delapan komoditas itu adalah beras, cabai merah, bawang merah, daging ayam, daging sapi, telur, minyak goreng dan gula pasir. Komoditas itu mayoritas didatangkan dari luar Bengkulu.

"Hingga Februari 2017, pertumbuhan ekonomi Bengkulu hanya 0,56 persen saja dengan tingkat inflasi sebesar 5 persen, tekanan terjadi pada sektor volatile food atau harga bahan makanan yang sulit dikendalikan akibat infrastruktur yang buruk," ungkap Endang di Bengkulu, Kamis, 2 Maret 2017.

BI juga mencatat sektor lain sebagai penyumbang angka inflasi terbesar daerah ini adalah tarif angkutan udara atau tarif penumpang pesawat terbang.

Kebijakan terkait tarif atas dan tarif bawah yang memiliki rentang harga yang sangat jauh menyebabkan grafik harga menjadi sulit diprediksi kenaikan dan penurunannya.

Pihaknya berharap pengambil kebijakan tarif harga angkutan udara ini bisa lebih bijaksana untuk menetapkan antara menggunakan tarif atas atau tarif bawah saja.

Itu harus dilakukan untuk memberikan kepastian terkait angka pertumbuhan ekonomi daerah ini bisa dihitung dengan baik dan mengurangi angka inflasi.

Tertekannya pertumbuhan ekonomi Bengkulu juga terkait kurangnya investasi yang masuk ke daerah ini. Meski berpotensi sektor pertambangan, pertanian dan perkebunan yang besar, tidak didukung sektor industri hilir.

Minyak kelapa sawit mentah, contohnya, dikirim ke luar Bengkulu hanya dalam bentuk bahan mentah.

Selain itu, kondisi Pelabuhan Samudra Pulau Baai yang saat ini sedang mengalami pendangkalan alur masuk yang sangat kritis.  Hal itu menyebabkan pelabuhan yang merupakan pintu gerbang ekspor Bengkulu melalui jalur laut itu menjadi tidak representatif.

Hal lain yang juga disorot BI adalah ketersediaan energi listrik yang belum memadai juga menghambat laju pertumbuhan ekonomi Bengkulu.

Pemerintah Provinsi Bengkulu sudah menggandeng perusahaan Tiongkok untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap. Tetapi, PLTU itu baru akan beroperasi pada akhir 2019 mendatang.

"Prediksi kami, tahun 2017 ini, pertumbuhan ekonomi Bengkulu akan mengalami perlambatan. Jika tidak segera dibenahi, kondisi ini akan terus terjadi dan para investor tidak akan melirik Bengkulu," kata Endang.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya