Liputan6.com, Palmyra - Pasukan Pemerintah Suriah dan Rusia mengklaim telah benar-benar merebut kembali Palmyra dari ISIS. Tentara dan pasukan pro-pemerintah pun dilaporkan telah menduduki kota kuno tersebut setelah ISIS hengkang.
Peristiwa itu menandai berakhirnya pendudukan Palmyra untuk keduanya kalinya oleh ISIS. Saat pertama kali mereka menguasai wilayah tersebut, militan ISIS menghancurkan sejumlah monumen paling terkenalnya.
Advertisement
Militan ISIS berhasil dipukul mundur dari Palmyra pada Maret tahun lalu. Namun pada Desember, mereka kembali mengambil alih kontrol wilayah tersebut.
Duta Besar Suriah untuk PBB, Bashar al-Jaafari mengaskan bahwa pihaknya telah merebut kembali Palmyra pada 2 Februari 2017. Dia mengatakan, kota tersebut telah dibebaskan dari tangan kelompok teroris dan Presiden Bashar al-Assad telah menepati janjinya untuk mengusir mereka.
Menurut media lokal Rusia, Menteri Pertahanan Sergei Shoigu telah mengatakan kepada Presiden Vladimir Putin bahwa pasukan Suriah dengan bantuan Angkatan Udara Rusia telah sepenuhnya merebut kembali Palmyra.
Berdasarkan Syrian Observatory for Human Rights, terdapat sejumlah bentrokan dan penembakan menggunakan alat berat di Palmyra pada Rabu lalu. Militan ISIS dilaporkan menanam ranjau di sejumlah area sebelum mundur dari Palmyra.
ISIS menguasai Palmyra dan kota di dekatnya, Tadmur, selama 10 bulan setelah merebut untuk pertama kalinya pada Mei 2015. Mereka meledakkan kuil, menara penguburan, dan Arch of Triumph, karena meyakini bahwa bangunan tersebut merupakan berhala.
Dikutip dari BBC, Jumat (3/3/2017), militan ISIS juga menghancurkan Temple of Bel yang berusia 2.000. Tempat tersebut diyakini sebagai kuil suci terbesar dewa-dewa.
Pada Januari lalu, gambar satelit memperlihatkan bahwa kelompok militan itu menghancurkan tetrapylon--struktur berpilar empat-- dan sebagian Teater Romawi.
Kepala Unesco, Irina Bokova, menggambarkan kehancuran peninggalan bersejarah di Palmyra itu sebagai "kejahatan baru dalam perang".