Liputan6.com, Jakarta Sebanyak 101 negara di dunia berkomitmen untuk menerapkan keterbukaan informasi keuangan secara otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEoI). Indonesia juga akan masuk dalam daftar negara tersebut pada 2018. Akan tetapi, ada satu negara tetangga, yakni Singapura yang masih enggan mengimplementasikan AEoI dengan Indonesia.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi mengungkapkan, Indonesia masuk sebagai negara berisiko (risk country) pada 31 Desember 2016 karena belum memenuhi persyaratan dalam partisipasinya di perjanjian internasional tersebut. Salah satunya terkait menyiapkan regulasi domestik, baik hukum primer maupun sekunder.
"Ada negara yang tidak mau bertukar data (AEoI) dengan Indonesia, yakni Singapura. Kalau mau (terbuka informasi), habislah dia (Singapura)," Ken menegaskan saat di Seminar Nasional AEoI, Hotel JS Luwansa, Jakarta, Jumat (3/3/2017).
Baca Juga
Advertisement
Pemerintah melalui Ditjen Pajak tidak akan menyerah. Pihaknya akan meminta atau bertukar informasi keuangan dengan negara lain. "Kalau tidak dikasih (data dari Singapura), saya minta ke negara lain, seperti Korea, Jepang, China yang mau kerjasama dengan kita," kata Ken.
Menurutnya, Indonesia siap implementasi AEoI pada 2018, bersama dengan 46 negara lain termasuk Singapura. Sementara ada 54 negara yang menjalankan pertukaran data keuangan ini di 2017.
"Makanya kita siapkan Undang-undang (UU) domestiknya, Peraturan Pemerintah Pengganti UU, revisi Pasal 40-41 UU Perbankan, Pasal 41-42 UU Perbankan Syariah, dan Pasal 47 UU Pasar Modal. Karena kita harus selesai sebelum 31 Mei 2017," dia menerangkan.
Sementara itu, Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak, Poltak Maruli John Liberty Hutagaol mengomentari Singapura yang tidak mau bekerjasama untuk pertukaran data keuangan dengan Indonesia.
"Kalau tidak memenuhi syarat, siapa yang mau sama kita, karena Singapura sudah memnuhi persyaratan. Kalau kita comply dengan semua persyaratan, mereka (Singapura) harus mau (bekerjasama). Apa alasan dia tidak mau, kan ini sudah komitmen internasional," tegas dia.
John mengungkapkan, pertukaran data keuangan atau AEoI sangat penting buat Indonesia dengan tujuan menciptakan keadilan dalam membayar pajak, sehingga program pemerintah, seperti pembangunan infrastruktur dapat dibiayai dari pajak masyarakat Indonesia.
"Dengan ikut AEoI, potensi repatriasi dana besar-besaran bisa terjadi. Jadi ini sangat menguntungkan buat kita," pungkas John. (Fik/Gdn)