Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menyatakan bahwa Indonesia harus menambah fasilitas terminal yang mengkonversi gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) kembali menjadi gas alam (regasifikasi) jika ingin mengimpor gas. Pemerintah memang memperbolehkan industri tertentu untuk impor gas untuk menekan biaya produksi.
Arcandra mengatakan, pemerintah telah membuka kesempatan kepada kalangan industri yang ingin mengimpor LNG. Namun impor tersebut dengan syarat yaitu harga gas yang diimpor lebih murah jika dibanding dengan harga gas di dalam negeri.
Untuk bisa mengimpor gas, perlu sarana dan prasana yang memadai. Salah satunya adalah adanya fasilitas terminal regasifikasi. Dengan adanya fasilita sini gas impor bisa dialirkan melalui pipa ke konsumen.
Baca Juga
Advertisement
"Kan harus lewat Floating Storage Regasification Unit (FSRU). Kalau tidak punya fasilitas itu nanti gas tidak bisa dialirkan ke pipa-pipa. Jadi memang harus ada regasifikasi baik di darat atau di laut baru kemudian dialirkan ke pipa," kelas Arcandra, Jumat (3/3/2017)
Arcandra melanjutkan, saat ini fasilitas regasifikasi yang ada di Indonesia sangat terbatas. Sejauh ini baru ada tiga fasilitas regasifikasi terapung atau Floating Storage Regasification Unit (FSRU). Ketiga fasilitas tersebut adalah FSRU Jawa Barat, Lampung dan Benoa. Karena itu, perlu ada tambah regasifikasi baru untuk mengolah LNG impor.
"Jadi sebelum impor harus bangun infrastruktur dulu. Kalau tidak ada infrastruktur mau dikemanakan itu gasnya. Harus membuat infrastruktur dulu," ucapnya.
Untuk membangun terminal regasifikasi membutuhkan waktu 18 bulan sampai 24 bulan. Pemerintah telah memberikan kewenangan ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta untuk membangun infrastruktur gas tersebut.
"Impor gas kalau infrastruktur belum jadi maka harus disiapkan dulu. Tidak hanya pemerintah, ini bukan penugasan. Jadi boleh swasta boleh BUMN," tutup Arcandra. (Pew/Gdn)