Kinerja Emiten Bervariasi, IHSG Naik Tipis dalam Sepekan

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik tipis 0,1 persen menjadi 5.391 pada Jumat 3 Maret 2017.

oleh Agustina Melani diperbarui 04 Mar 2017, 09:12 WIB
Indeks sempat meraih level tertinggi di 5.399,99 dan terendah di 5.371,67 sepanjang perdagangan hari ini, Jakarta, Jumat (10/2). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung mendatar pada pekan ini. IHSG hanya naik 0,1 persen selama periode 24 Februari-3 Maret 2017.

Mengutip laman PT Ashmore Assets Management Indonesia, Sabtu (4/3/2017), IHSG hanya menguat 0,1 persen dari 5.385 pada 24 Februari 2017 menjadi 5.391 pada 3 Maret 2017. Penguatan terbatas IHSG itu lantaran hasil kinerja emiten pada kuartal IV 2016 yang bervariasi. Ini ditunjukkan dari laporan kinerja emiten batu bara mengejutkan positif, dan lainnya mengecewakan terutama di sektor ritel.

Adapun performa saham berkapitalisasi kecil cukup baik, sementara saham berkapitalisasi besar turun 0,2 persen secara mingguan. Aliran dana investor asing masuk ke bursa saham juga menopang pasar saham usai catatkan aksi jual dalam tiga minggu terakhir. Di pasar surat utang atau obligasi, imbal hasil obligasi turun menjadi 7,50 persen dari sebelumnya 7,53 persen.

Apa saja sentimen yang pengaruhi pasar saham pada pekan ini?

Dari global, presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyampaikan pidato di depan kongres untuk pertama kali. Dalam pidato Trump itu tidak ada detil baru terhadap rencananya untuk belanja infrastruktur, isu imigran, dan mengganti Obamacare.

Selain itu, bank sentral AS atau the Federal Reserve mengindikasikan kenaikan suku bunga secepatnya. Banyak pejabat the Fed menyatakan, kenaikan suku bunga dapat dilakukan dalam waktu dekat. Namun memang tergantung data inflasi dan tenaga kerja. Pejabat the Fed antara lain Lael Brainard, dan pimpinan the Fed New York William Dudley, dan pimpinan the Fed San Francisco John Williams menunjukkan komentar agresif soal suku bunga. Imbal hasil surat berharga Amerika Serikat (AS) bertenor 10 tahun pun naik 0,17 persen pada pekan ini.

Sedangkan data ekonomi dari China dam Amerika Serikat menunjukkan kenaikan. Data purchasing manufactur index (PMI) China naik menjadi 51,6 dari konsensus 51,2. Sedangkan data non manufaktur PMI merosot menjadi 5,42. Ini menunjukkan pertumbuhan global yang stabil.

Sementara itu, data ekonomi AS yaitu data manufaktur naik menjadi 57,7 pada Februari 2017. Angka itu tertinggi sejak Agustus 2014, dan menunjukkan kenaikan pesanan baru. Penguatan data ekonomi membuat spekulasi ada kenaikan suku bunga bank sentral AS pada Maret 2017.

Dari internal, The Financial Times Stock Exchange (FTSE) atau indeks saham di bursa saham London memasukkan sejumlah saham emiten dari Indonesia. FTSE menambahkan saham PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Matahari Department Store Tbk (LPPF). Ini menunjukkan kalau performa HMSP yang kuat.

Selain itu, Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud yang berkunjung ke Indonesia telah menarik perhatian publik.Dalam kunjungannya tersebut, Arab Saudi dan Indonesia menandatangani 11 kesepakatan termasuk komitmen Arab Saudi untuk pengembangan ekonomi.

Lalu apa yang menjadi perhatian selanjutnya di pasar saham?

Saat ini kemungkinan bank sentral AS atau the Federal Reserve menaikkan suku bunga lebih cepat dari yang diperkirakan menjadi perhatian. Namun, dari survei Bloomberg pada akhir Februari 2017 menunjukkan kalau hanya empat persen yang memprediksi kenaikan suku bunga pada Maret 2017 untuk pertama kalinya di tahun ini. Tak lama kemudian, kemungkinan kenaikan suku bunga bank sentral AS sebesar 25 basis poin (bps) telah meningkat dari 30 persen menjadi 90 persen.

Dalam hal ini, kemungkinan kenaikan suku bunga bank sentral AS dapat berimbas ke pasar saham. Kemungkinan terjadi tekanan di pasar saham, dan ini dapat dimanfaatkan pelaku pasar untuk masuk.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya