Liputan6.com, Pekanbaru - Empat terduga pelaku illegal logging atau pembalakan liar atau pontang-panting dengan kehadiran puluhan personel Brimob Polda Riau di kawasan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil, Kabupaten Bengkalis. Tiga di antaranya berhasil kabur di tengah hutan.
Satu lagi bernasib apes dan ditangkap tim yang dipimpin langsung Kapolda Riau Irjen Pol Zulkarnain bersama Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Rasio Ridho Sani, Senin siang, 27 Februari 2017.
"Sempat terjadi tembak-tembakan, maksudnya petugas yang mengeluarkan tembakan. Satunya bernasib apes dan ditangkap," kata Zulkarnain di Mapolda Riau sepulang dari kawasan lindung itu, Senin malam lalu.
Didampingi Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Guntur Aryo Tejo, Zulkarnain menyebut pelaku yang diamankan bernama Mirin. Dia disebut sebagai pekerja yang diperintahkan cukong menebang kayu alam di biosfer.
Baca Juga
Advertisement
"Pengakuannya diupah Rp 1,5 juta sekali masuk. Kemudian kayu dijual ke cukong tadi Rp 700 ribu untuk jenis meranti dan Rp 600 ribu kayu campuran per kubik yang sudah diolah," kata Zulkarnain.
Siapakah cukong atau pemodalnya? Zulkarnain menyebut penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau masih memeriksa intensif pelaku ini. Zulkarnain juga berjanji bakal mengusut hingga ke cukong dimaksud. Pasalnya dia sudah berkomitmen bakal memberantas habis pelaku illegal logging di biosfer, termasuk anggota Polri yang diduga bermain.
"Dari awal sudah saya tegaskan, jangan main-main. Saya sikat semuanya, ini komitmen Polda Riau memberantas pembalakan liar," Zulkarnain menegaskan.
Mantan Kapolda Maluku Utara ini menyebut tim yang dipimpinnya menemukan sekitar 65 kubik kayu yang sudah diolah menjadi papan dan balok di sebuah lokasi. Turut pula diamankan 48 kubik yang sudah diangkut sampai ke desa.
"Pintu keluarnya cuma satu, kanalnya juga begitu, maksudnya yang sampai ke pintu masuk. Semuanya sudah dimusnahkan," kata Zulkarnain.
Turun ke biosfer, Kapolda Riau menyebut menyusuri beberapa lokasi. Dan hampir di setiap lokasi ditemukan kayu-kayu yang sudah ditebang dan diolah. Hanya saja pembalak liarnya tidak ditemukan karena sudah kabur duluan.
"Sudah bocor, makanya pada menghilang. Kecuali yang ditangkap satu itu, apes nasibnya," sebut Zulkarnain.
Menurut dia, operasi ini dilakukan sejak Jumat pekan lalu. Ia kemudian memimpin operasi pada Senin. Di lokasi, ia menaiki sampan menelusuri kanal-kanal di kawasan inti dan penyanggah biosfer.
Di kanal atau parit yang digali manusia, ditemukan rakit-rakit kayu hasil tebangan. Kayu yang dirakit ini dialirkan menuju muara kanal dan nantinya diangkut memakai truk yang sudah menunggu.
Pembalak Liar Merajalela
Sementara itu, Rasio Ridho Sani menyebut operasi yang dilakukan Kementerian LHK bersama Polri sebagai upaya penyelamatan biosfer dari pembalak liar yang kian merajalela di kawasan tersebut.
"Cagar Biosfer ini sangat penting, harus diselamatkan. Bukan hanya untuk warga Riau, tapi masyarakat dunia. Illegal logging di lokasi ini sudah menjadi perhatian banyak orang," kata dia.
Dia mengatakan pula, pemusnahan barang bukti di lokasi bertujuan memberikan efek jera bagi pelaku pembalakan liar, termasuk ditangkapnya terduga pelaku, Mirin.
"Mudah-mudahan menimbulkan efek jera," Rasio menegaskan.
Dia menerangkan, Cagar Biosfer terdiri dari kawasan inti, penyanggah dan transisi. Dan pembalak liar sudah merambah ke kawasan inti serta menebang kayu-kayu alam yang sangat penting bagi ekosistem.
"Diharapkan setelah pemberantasan illegal logging ini, biosfer menjadi tempat penelitian dan sumber ekonomi. Tentunya bukan dalam bentuk pembalakan liar ekonominya," ujar Rasio.
Rel Kereta Pengangkut Kayu
Kawasan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil di Kabupaten Bengkalis, Riau, memang terlihat seperti hutan lebat dari pantauan udara. Hanya saja pandangan ini langsung berubah seketika saat sudah masuk ke kawasan penyanggah dan intinya.
Dari bawah, banyak terdapat kayu bertumbangan dibabat pelaku illegal logging. Terdapat pula ratusan kubik kayu olahan dari Meranti dan campuran yang sudah ditumpuk. Rakit-rakit kayu juga sudah berjejer dan siap dialirkan ke hulu kanal.
Para pembalak liar di lokasi yang ditetapkan UNESCO sebagai kawasan lindung ini, terdapat pula rel-rel dari kayu dengan panjang beberapa kilometer. Ditemukan pula kereta di rel dalam keadaan kosong.
"Ada rel dan kereta di sana untuk mengangkat kayu, panjang relnya dua kilometer di satu titik," kata Kapolda Riau Irjen Pol Zulkarnain usai memimpin operasi penertiban pembalakan liar di biosfer, Senin malam, 27 Februari 2017.
Didampingi Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Guntur Aryo Tejo, Zulkarnain menyebut ulah pembalak liar ini sangat berani dan terbuka. Apalagi mengingat zaman informasi dan teknologi (IT) yang sudah berkembang pesat.
"Kalau zaman baholak dulu, mungkin sudah biasa. Makanya saya heran di zaman IT seperti ini, masih ada yang seperti ini. Sangat berani sekali," ucap Zulkarnain.
Dengan kian beraninya para pembalak liar ini, Kapolda juga melakukan tindakan seimbang. Penindakan tegas tanpa pandang bulu dilakukannya, termasuk dengan menembak pelaku yang masih saja nekat menebang kayu alam.
"Sudah komitmen Polda Riau, saya sikat habis. Kalau perlu saya ngantor di sana, saja jagain pintu masuknya. Masih berani juga, saya tembak. Namun harus sesuai ketentuan, nanti saya kena hak asasi manusia (HAM)," ujar mantan Kapolda Maluku Utara ini.
Dia pun memberi waktu dua minggu kepada pemegang wilayah Bengkalis, dalam hal ini kapolresnya, untuk membersihkan illegal logging di Cagar Biosfer. Ketidakmampuan bawahannya itu bakal menjadi bahan evaluasi bagi dirinya.
"Waktunya dua minggu, kalau tidak mampu jadi bahan evaluasi bagi saya," kata Zulkarnain, menyiratkan adanya hukuman bagi bawahannya yang tidak mampu menindak illegal logging.
Intimidasi Cukong
Selain itu, Zulkarnain menyebut adanya perpecahan masyarakat di sekitar biosfer. Ada yang disebutnya ditekan serta diintimidasi para cukong dan ada pula yang tidak mau tahu-menahu alias cuek.
"Ada ditemukan kayu, diduga dari biosfer. Warganya mengaku tidak tahu, katanya tiba-tiba saja ada di situ. Kemudian ada yang mengaku diintimidasi, takut kenapa-kenapa, makanya diam saja," kata Zulkarnain.
Di samping itu, Kapolda Riau menyebut adanya kabar anggota Polri yang diduga bermain ataupun melindungi praktik pembalakan liar di biosfer. Atas hal ini, Kapolda berjanji tidak akan menoleransinya.
"Masyarakat beranggapan susahnya pemberantasan illegal logging karena ada oknum. Saya ingatkan, jangan coba main-main. Saya sikat nanti, ini komitmen Polda memberantas illegal logging," Zulkarnain menekankan.
Menurut Kapolda Riau, di kawasan ini hanya ada satu pintu masuk ke kawasan biosfer, begitu pula pintu keluarnya yang melewati lahan milik konsesi perusahaan. Apakah perusahaan terlibat?
"Tentunya akan diselidiki. Kalaupun ada, saya rasa oknum yang menerima setoran. Kalau perusahaannya, tidak mungkin juga. Apa keuntungannya bagi mereka," tutur Kapolda Riau.
Sementara itu, Dirjen Penegakan Hukum Kementerian LHK Rasio Ridho Sani yang juga ikut bersama Kapolda Riau berjanji bakal menutup akses satu-satunya ke biosfer. "Akan dibicarakan dengan perusahaan supaya menjaga biosfer ini. Tentunya dengan menutup akses ini, akan dibahas," Rasio menjanjikan.
Dalam operasi ini, menurut Rasio, diamankan ratusan kubik kayu dan seorang pria terduga pelaku illegal logging. Kayu yang ditemukan di dalam hutan sudah dimusnahkan dengan cara dipotong-potong.
"Ini sebagai efek jera bagi para pelaku," ucap Rasio.
Advertisement
Tentara Bersenjata Lengkap Diterjunkan
Sebanyak 12 anggota Batalyon Infanteri (Yonif) 132/Bima Saksi Salo bersenjata lengkap masuk ke kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Berjalan kaki dan dengan perlengkapan seadanya, para prajurit ini berkeliling di kawasan seluas ribuan hektare itu sejak belasan hari lalu.
Menurut Kepala Penerangan Komando Resor Militer 031/Wirabima Mayor Aprizal Sain, operasi ekspedisi TNTN ini dipimpin Sersan Satu Dedi Daryanto.
"Dua belas prajurit ini tengah melaksanakan ekspedisi pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di sana," kata dia, Senin petang, 27 Februari 2017.
Dia menerangkan, ekspedisi ini belum diketahui kapan berhenti. Menjelang adanya perintah keluar dari hutan konservasi gajah dan hewan dilindungi lainnya itu, para prajurit ini harus berkeliling TNTN.
"Selain melakukan sosialisasi kepada masyarakat tempatan tentang karhutla, prajurit ini juga bisa menangkap oknum-oknum tertentu yang membakar lahan di sana," Aprizal menegaskan.
Aprizal menagatakan, diturunkannya belasan prajurit ini karena dalam kurun waktu belakangan kawasan TNTN menjadi sasaran empuk para pembalak liar, perambah hutan, dan menyulapnya menjadi perkebunan sawit.
"Atas perintah Komandan Korem 031 Wirabima Brigjen TNI Nurendi, anggota TNI di daerah wajib melaksanakan ekspedisi di kawasan hutan yang rawan," Aprizal menerangkan.
"Pimpinan telah menginstruksikan sejak awal, agar satuan yang berada di daerah untuk melaksanakan ekspedisi. Hal tersebut guna mencegah terjadinya karhutla," ia menambahkan.
Sejauh ini, Korem Wirabima belum mendapat laporan adanya peristiwa karhutla di wilayah TNTN. Jika pun terjadi, tim yang berada di lokasi akan langsung bergerak cepat dan memberikan informasi untuk melaksanakan penanganan lebih lanjut.
Pembalak Liar Tiarap
Dalam sebulan terakhir, pembalak liar dan perambah kawasan TNTN memang "tiarap" karena gencarnya aksi penindakan yang dilakukan TNI dan Polri. TNI AU di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, juga menerbangkan pesawat tempur untuk memantau aktivitas tersebut.
Sekadar informasi, TNTN merupakan kawasan konservasi margasatwa. Awalnya, hutan ini hanya seluas 38.576 hektare dan terletak di Kabupaten Pelalawan, dan Indragiri Hulu. Selanjutnya tahun 2009, pemerintah menetapkan perluasan kawasan taman nasional menjadi 83.068 hektare.
Sayangnya, jumlah itu berkurang tiap tahunnya karena terjadi pembakaran serta perambahan untuk dialihkan menjadi kebun sawit. Selain itu, kawasan TNTN yang seharusnya tidak dihuni manusia, malah terdapat banyak orang dan ada pula kelurahan di sana. Bahkan ada kawasan yang kemudian ada sertifikat tanah milik pribadi.
Berdasarkan data yang dirangkum, terdapat 360 jenis flora di kawasan ini. Jumlah itu tergolong kepada 165 marga dan 57 suku, 107 jenis burung, 23 jenis mamalia, tiga jenis primata, 50 jenis ikan, 15 jenis reptilia dan 18 jenis amfibi di setiap hektare Taman Nasional Tesso Nilo.
Tesso Nillo juga adalah salah satu sisa hutan dataran rendah yang menjadi tempat tinggal 60-80 ekor gajah dan merupakan kawasan konservasi gajah.
21 Alat Berat di Tambang Emas Ilegal Poboya
Sementara di Sulawesi Tengah (Sulteng), polda setempat terus mengawasi aktivitas penambangan emas ilegal di Kelurahan Poboya, Kecamatan Tanamoindi, Palu. Meski belum melakukan penindakan, Polda Sulteng telah mengimbau agar aktivitas masyarakat dihentikan.
Kabid Humas Polda Sulteng, AKBP Hari Suprapto mengatakan, pihaknya telah membentuk tim untuk terus memantau aktivitas di Poboya. Dan dari hasil sepekan terakhir menemukan sebanyak 21 alat berat yang beroperasi. Bahkan, mereka telah masuk ke wilayah Taman Hutan Rata (Tahura) Sulteng.
"Penambangan ilegal di Poboya sebenarnya sudah ditutup sejak 2015. Namun beberapa bulan terakhir muncul lagi aktivitas penambangan yang dilakukan oleh warga setempat. Bahkan sudah ada alat berat yang digunakan," ujar Hari di Palu, Jumat, 24 Februari 2017.
Namun, lanjut dia, Polda Sulteng masih sebatas memberikan imbauan melalui sosialisasi dari tim yang telah dibentuk. Kepada seluruh masyarakat yang beraktivitas di sana agar segera turun dan berhenti.
Dan apabila tidak diindahkan serta masih ditemukan aktivitas penambangan secara ilegal di kawasan tersebut, Polda Sulteng akan menindak tegas sesuai aturan yang berlaku.
"Intinya kami berikan imbauan dulu melalui sosialisasi, kalau tidak diindahkan pasti ada upaya lain yang nantinya mengarah ke penindakan," Hari menjelaskan.
Sejauh ini Polda Sulteng terus berkoordinasi dengan pemerintah kota dan provinsi, termasuk dengan pihak Kementerian Lingkungan Hidup tentang langkah selanjutnya yang akan ditempuh bersama di lokasi tersebut. Apalagi sudah merusak lingkungan.
"Di sana ada banyak pihak, olehnya harus tetap lakukan koordinasi," ujar Hari.
3 Perusahaan Diduga Bermain
Sebelumya, Jaringan Avokasi Tambang (Jatam) Sulteng mendesak polda setempat menetapkan tiga perusahaan pertambangan yang beroperasi di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Kelurahan Poboya, Kecamatan Tanamodindi, Palu, sebagai tersangka.
Jatam menilai, tiga perusahaan tersebut diduga melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Yakni, tidak memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan izin-izin lainnya sebagaimana disyaratkan dalam aturan tersebut.
"Hasil temuan kami, hanya aktivitas pertambangan rakyat yang ada di lokasi Tahura. Namun ternyata juga ada aktivitas perusahaan tambang yang masuk dalam wilayah lokasi Tahura dan tidak memiliki izin usaha pertambangan," ujar Direktur Jatam Sulteng, Syahrudin Aristal Douw di Palu, Senin, 20 Februari 2017.
Ia mengatakan pula, ketiga perusahaan sudah merusak kawasan Tahura yang ada di kelurahan tersebut seluas 50 hektare. Bahkan, luasan itu masih bisa bertambah karena aktivitas pertambangan masih berlangsung di sana.
"Aktivitas tiga perusahaan itu adalah pembuatan penampungan untuk pemurnian emas, dan pengerukan material yang mengandung emas. Ketiganya tidak miliki IUP atau ilegal, sehingga kami menyebut Pertambangan Tanpa Izin (Peti)," ujar Syahrudin.
Advertisement