Gebug Light Bala Samar, Tarian Suci Peminta Hujan dari Bali

Tarian ini terilhami oleh beberapa pertunjukan sakral di Bali, di mana penari adalah medium oleh para dewa-dewi ataupun roh halus yang suci

oleh Sulung Lahitani diperbarui 06 Mar 2017, 10:45 WIB
Tarian ini terilhami oleh beberapa pertunjukan sakral di Bali, di mana penari adalah medium oleh para dewa-dewi ataupun roh halus yang suci

Liputan6.com, Jakarta - Di bulan September 2016 lalu, Garin Nugroho bersama Galeri Indonesia Kaya membuat suatu gagasan untuk mengembangkan program yang membahas seni pertunjukan yang diberi judul ‘Ruang Kreatif: Seni Pertunjukan Indonesia bersama Garin Nugroho’. Sebanyak 10 pemenang dari 25 peserta yang berhasil mengikuti workshop, akan tampil perdana di Auditorium Galeri Indonesia Kaya pada setiap akhir pekan di bulan Maret 2017 sampai dengan 2 April 2017.

Pada Minggu (05/03/2017), komunitas seni Dewari Swari & SEKAR (Seniman Karangasem) berkesempatan untuk tampil di Auditorium Galeri Indonesia Kaya dengan menampilkan pertunjukan yang berjudul ‘Gebug Light – Bala Samar’.

Menampilkan sebuah tarian yang dipertunjukan dalam panggung gelap yang terilhami oleh beberapa pertunjukan sakral di Bali, di mana penari adalah medium oleh para dewa-dewi ataupun roh halus yang disucikan turun ke dunia. Konsep menari dalam gelap ini mencoba mewujudkan realitas tersebut melalui tubuh penari sebagai ekspresi roh yang merasuki dan corak warna-warni yang nampak dalam pertunjukannya.

Kreator mencoba mentransformasikan motif-motif kain Songket khas Karangasem yang sebetulnya merupakan artefak pola hidup masyarakat Karangasem pada tubuh penari sebagai media, menggunakan cat ultraviolet yang dapat dilihat dalam gelap.

‘Gebug Light – Bala Samar’ sendiri berbicara mengenai salah satu tradisi budaya Desa Seraya, Kabupaten Karangasem yang dilaksanakan terkait saat mulai musim kemarau, yaitu Gebug Ende (Perang Rotan). Masyarakat Seraya mengadakan tradisi religius untuk memohon turunnya hujan.

-
 

Permohonan tersebut kemudian diimplementasikan melalui gelaran tradisi Gebug Ende. Darah para petarung dianggap dapat mengundang hujan. Ketangguhan atau keberanian ini berasal dari masyarakat Seraya yang dahulu merupakan “tangan kanan” Raja Karangasem yang memerintah pada waktu itu.

Ruang Kreatif Seni Pertunjukan Indonesia berjalan kurang lebih selama dua bulan sejak bulan Agustus 2016 ini, ditujukan bagi kreator muda yang tergabung dalam komunitas seni dan memiliki gagasan pementasan yang dituangkan dalam ‘Proposal Art Project. Dimulai dari pengiriman proposal yang berisi gagasan pementasan dari masing-masing kelompok seni dan kemudian 25 peserta terseleksi yang diwakili oleh pimpinan produksi/ketua komunitas mengikuti workshop di Galeri Indonesia Kaya selama tiga hari.

Di akhir sesi workshop ini masing-masing kelompok kembali mempresentasikan karya mereka kepada para panelis dan akhirnya dipilih 10 kelompok yang akan menampilkan karyanya di Galeri Indonesia Kaya pada bulan Maret 2017 ini. Dalam proses persiapannya, sepuluh kelompok seni terpilih didampingi oleh tiga orang mentor yaitu, Yudi Ahmad Tajuddin, Eko Supriyanto dan Garin Nugroho.

Selama tiga hari, para peserta mendapatkan pemahaman dari instruktur dan seniman profesional seperti Eko Supriyanto dengan tema workshop ‘Creative Process & Idea Development (How to Develop a New Work)’, Garin Nugroho melalui ‘Membuka Wawasan: Konteks Global, Membangun Knowledge dan Kerja Sama yang Mendukung Proyek Seni’, Ria Papermoon dalam ‘Strategi Promosi dan Pengelolaan Penonton’, Jala Adolphus & Keni Soeriatmadja dengan tema ‘Writing the Proposal’, Butet Kertaredjasa dalam ‘Manajemen Kreatif dan Manajemen Produksi’, Ratna Riantiarno dengan ‘Strategi Membangun Hubungan Dalam Komunitas: Dinamika Kelompok & Regenerasi’, Yudi Ahmad Tajudin melalui ‘Artist and Experiences, Tips and Advice, Menjaga Relevansi Karya & Produktivitas (dalam konteks Teater)’, dan Maudy Koesnaedi bersama Garin Nugroho melalui tema ‘Producing Art Performance: Management and Funding’.

Proses penjurian dilakukan oleh Renitasari Adrian, Garin Nugroho yang melihat dari kacamata sutradara, sponsor, dan konsep pengkaryaan, Jala Adolphus yang melihat dari sisi produser internasional. Ketiga juri ini, menilai seluruh aspek yang dimiliki oleh kreator muda melalui presentasi yang ditampilkan di hadapan juri. Setelah mengikuti workshop, mereka diharapkan mampu mempresentasikan dan mengkomunikasikan karya mereka dengan baik. Selain itu, program ini juga ingin menekankan bagaimana peserta mampu mempresentasikan rencana kerja dan konsep karya kreatifnya kepada pihak-pihak lain supaya lebih tertarik dan turut mendukung.

“Seni pertunjukan terus tumbuh dan berkembang di Indonesia, namun hal ini tidak dibarengi dengan tumbuhnya regenerasi kreator muda yang mampu terus konsisten berkarya sekaligus membangun komunitas seni di lingkungannya. Berangkat dari hal tersebut, kami mengadakan ruang kreatif dengan harapan agar komunitas seniman muda Indonesia mampu bersaing dengan seniman-seniman yang ada di dalam maupun luar negeri. Hal ini tentunya tidak lepas dari kreativitas dan kemampuan mengembangkan gagasan kreatif menjadi sebuah proyek kolaboratif dengan mitra-mitra strategis,” jelas Garin Nugroho, Sineas dan Budayawan Nasional.

Program Ruang Kreatif Seni Pertunjukan Indonesia direncanakan akan menjadi program tahunan dari Galeri Indonesia Kaya. Dibantu oleh para seniman-seniman kenamaan Indonesia, diharapkan program ini dapat melatih generasi muda Indonesia khususnya di bidang manajemen seni pertunjukan.

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya