Liputan6.com, Jenewa - Lembaga Kesehatan Dunia atau WHO baru-baru ini mengeluarkan laporan tentang dampak polusi terhadap anak-anak. Menurut lembaga yang berkedudukan di Jenewa, sebanyak 1,7 juta kematian anak-anak di seluruh dunia diakibatkan oleh lingkungan yang tercemar, seperti air yang terkontaminasi, polusi dalam maupun luar ruang, dan kondisi kurang sehat lainnya.
Lemahnya sistem kekebalan tubuh membuat kesehatan anak-anak lebih rentan terhadap efek berbahaya dari lingkungan yang tercemar.
Advertisement
Beberapa penyebab kematian paling umum di kalangan anak-anak adalah malaria, diaera, dan pneumonia. Hal tersebut sebenarnya dapat dicegah dengan mengurangi risiko yang terdapat di lingkungan.
Sekitar seperempat kematian dan penyakit anak-anak yang terjadi pada 2012 sebenarnya dapat dicegah dengan mengurangi risiko lingkungan.
Terpaparnya ibu hamil terhadap lingkungan yang tercemar dapat meningkatkan kesempatan lahirnya bayi prematur. Anak-anak di bawah lima tahun yang terkontaminasi polusi memiliki risiko lebih tinggi untuk tertular pneumonia dan penyakit pernapasan kronis.
Kemungkinan penyakit kardiovaskular, kanker, dan stroke juga secara signifikan meningkat terhadap orang-orang yang terpapar lingkungan tercemar.
Dikutip dari Washington Post, Senin (6/3/2017), menurut laporan WHO setiap tahunnya:
- 570.000 anak-anak di bawah 5 tahun meninggal karena infeksi pernapasan akibat polusi udara dalam dan dalam ruang, serta asap pembakaran produk tembakau, seperti rokok.
- 361.000 anak-anak di bawah 5 tahun meninggal akibat diare karena kurangnya akses air bersih, sanitasi, dan kebersihan.
- 270.000 kematian anak-anak berusia kurang dari satu bulan dapat dicegah dengan perbaikan akses air dan udara bersih serta sanitasi.
- 200.000 kematian anak-anak di bawah 5 tahun akibat malaria dapat dicegah melalui aksi lingkungan, seperti mengurangi sarang perkembangbiakan nyamuk.
200.000 anak-anak di bawah 5 tahun meninggal karena cedera tak disengaja yang disebabkan lingkungan, seperti keracunan.
Paparan bahan kimia berbahaya melalui udara, makanan, air, dan produk yang digunakan sehari-hari juga dikaitkan dengan terhambatnya perkembangan otak anak-anak.
Sejumlah bahan kimia masuk ke dalam rantai malanan melalui pupuk. Sementara itu bahan berbahaya lain, seperti timah dari cat atau polusi, dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan.
Risiko lingkungan yang baru muncul, seperti limbah elektronik yang tak didaur ulang dengan baik, dapat mengenai ke anak-anak yang akhirnya mempengaruhi kemampuan kognitif mereka dan meningkatkan kemungkinan kerusakan paru-paru dan kanker.
Perubahan iklim juga berkontribusi terhadap risiko lingkungan, seperti meningkatkan paparan serbuk sari dan alergen lainnya, yang meningkatkan risiko asma pada anak-anak.