Ratusan Karyawan Freeport Serbu Kementerian ESDM

Karyawan Freeport meminta pemerintah segera menyelesaikan konflik yang terjadi dengan perusahaannya.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 07 Mar 2017, 11:50 WIB
Aksi Karyawan Freeport

Liputan6.com, Jakarta Ratusan karyawan PT Freeport ‎Indonesia yang tergabung dalam Gerakan Solidaritas Peduli Freeport (GSPF) mendatangi Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jalan Merdeka Selatan, Jakarta.

Mereka meminta pemerintah segera menyelesaikan konflik yang terjadi dengan perusahaannya.

‎Juru Bicara GSPF Virgo Solossa mengatakan, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 beserta turunannya membuat Freeport tidak bisa mengekspor mineral olahan (konsentrat).

Sebab, aturan tersebut menetapkan beberapa syarat untuk mendapatkan izin ekspor. Syarat itu antara lain Freeport yang harus merubah status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).‎

Hal ini menjadi salah satu poin yang sedang dinegosiasikan Pemerintah Indonesia dan Freeport.

"Aturan tersebut mengakibatkan Freeport Indonesia terpaksa menghentikan ekspor konsentratnya sejak 19 Januari 2017," kata Virgo, Selasa (7/3/2017).

Virgo mengatakan karyawan Freeport berharap polemik antara kedua belah pihak tersebut segera terselesaikan. Nasib karyawan saat ini sedang di ujung tanduk karena terancam terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

PHK dilakukan karena akibat tidak bisa mengekspor konsentrat, perusahaan terpaksa melakukan penyesuaian dengan mengurangi kegiatan operasi.

"Kami berharap pemerintah segera menyelesaikan perundingan bersama PT Freeport Indonesia, agar perusahaan dapat kembali beroperasi secara normal, dengan mengacu pada kesepakatan kedua belah pihak," tegas Virgo.

‎Aksi tersebut diikuti 229 karyawan Freeport Indonesia, terdiri dari 179 karyawan dari Papua, dan 50 karyawan yang berasal dari kantor Freeport di Jakarta.

Karyawan yang dalam aksinya mengenakan atribut kelengkapan kerja pertambangan tersebut hingga saat ini masih menunggu hasil audiensi dengan pemerintah.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya