Liputan6.com, Jakarta - Munculnya spanduk di sejumlah wilayah DKI yang bernada provokatif dipandang meresahkan Jakarta, terlebih dalam suasana Pilkada DKI 2017 putaran kedua. Hal ini disampaikan Ketua Setara Institute Hendardi.
Menurut Hendardi, pemasangan spanduk-spanduk yang memuat pesan kebencian atas dasar identitas agama dan ras adalah bentuk intoleransi yang merusak kohesi dan ketertiban sosial di Jakarta yang saat ini sedang menyelenggarakan Pilkada putaran kedua.
Advertisement
"Spanduk ini memuat pesan pembodohan warga dan kampanye yang tidak masuk akal serta menghalalkan segala cara untuk tujuan menghimpun dukungan politik dalam kontestasi politik DKI Jakarta," kata Hendardi saat dikonfirmasi, Rabu (8/3/2017).
Dia memuji langkah kepolisian yang langsung mengambil langkah cepat mengatasi masalah ini dengan menertibkan spanduk-spanduk tersebut sebelum masa kampanye Pilkada DKI 2017 dimulai.
"Tetapi, langkah itu perlu disertai penindakan hukum, jika pesan-pesan destruktif melalui spanduk tersebut teridentifikasi sebagai suatu tindak pidana," kata Hendardi.
Dia menambahkan, dalam masa kampanye putaran kedua, semua pihak didorong untuk melakukan kampanye dialogis, konstruktif, dan mencerdaskan. Hal ini untuk membangun politik yang demokratis di ibu kota sehingga warga tidak mudah terprovokasi.
"Diharapkan seluruh proses pilkada memberikan dampak positif bagi pembangunan politik di DKI Jakarta yang demokratis," tandas Hendardi.
Sebelumnya, setelah Pilkada DKI 2017 putaran pertama, sejumlah tempat ibadah dan wilayah di Jakarta membentangkan spanduk-spanduk provokatif yang ditujukan untuk Ahok yang merupakan terdakwa kasus dugaan penistaan agama.
Spanduk tersebut bertuliskan "Masjid Ini Tidak Mensholatkan jenazah Pendukung dan Pembela Penista Agama". Salah satu tempat ibadah yang terpasang spanduk provokatif terkait Ahok tersebut yakni masjid Al Jihad Setiabudi.