Ahok Lakukan Relokasi, Bukan Penggusuran

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah melakukan penggusuran sesuai dengan prinsip-prinsip kepentingan umum dan peraturan

oleh Liputan6 diperbarui 08 Mar 2017, 16:15 WIB
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah melakukan penggusuran sesuai dengan prinsip-prinsip kepentingan umum dan peraturan

Liputan6.com, Jakarta Putusan MA soal legalitas penggusuran di Kampung Pulo mudah ditebak. Karena selama ini Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah melakukan penggusuran sesuai dengan prinsip-prinsip kepentingan umum dan peraturan yang sudah ada.

Isu penggusuran ramai karena konteksnya Pilkada DKI. Seperti halnya pemukiman kumuh warga yang tinggal di Kawasan Hijau Rawajati, Kalibata, Jakarta Selatan dan samping rel kereta api, dipindahkan ke Rusun Marunda, Kamis 1 September 2016. Peristiwa ini dilihat sebagai kejadian politik bukan soal penataan tata kota. Mereka yang umumya pedagang disediakan lapak di pasar-pasar.

Seperti yang sudah ditebak, lawan-lawan politik Ahok menyerang hal ini dengan isu penggusuran. Apalagi peristiwa ini terjadi dalam konteks Pilkada DKI. Mereka seperti berpesta-pora dengan isu penggusuran.

Tapi bagi Ahok, penataan, penertiban dan pemindahan (relokasi) terhadap warga DKI yang tinggal di kawasan-kawasan kumuh, selama rusun sudah siap dan tersedia, dia akan memindahkannya. Apapun resikonya. Apalagi, rusun itu lebih baik dari tempat tinggal mereka sebelumnya. Rusun yang lengkap dengan fasilitas-fasilitas di dalamnya, diberi KJP, bus Transjakarta gratis, modal dan lapak dagangan.

Jadi apa yang dilakukan Pemprov DKI sekarang bukanlah penggusuran, karena penggusuran hanya berakibat penduduknya dibiarkan “keleleran”, terlantar. Sementara yang dilakukan oleh Pemprov DKI sekarang adalah program pemindahan dan penataan ulang (relokasi).

Pemprov DKI memidahkan penduduk dari tempat yang kumuh ke tempat yang besih dan sehat, dari kawasan yang “dicuekin” Pemerintah ke kawasan yang memperoleh perhatian penuh, fasilitas rusun, tunjangan sosial, transportasi, pendidikan, kesehatan dan ekonomi.

Lantas, apakah “penggusuran” yang diteriakkan lawan-lawan Ahok melanggar UU dan tidak membela kepentingan publik? Jawabannya adalah: Tidak. Dengan alasan berikut:

1. Ahok telah membangun dan menyediakan Rusun-Rusun yang layak untuk Warga DKI. Sedangkan pemukiman kumuh di bantaran sungai dan waduk, serta di jalur-jalur hijau lainnya, merupakan bukti dari ketiadaan kepedulian Pemerintah DKI terhadap perumahan rakyat sebelum ini.

Nah Pemprov DKI sekarang, yang dimulai oleh Jokowi dan kemudian dilanjutkan Ahok menggenjot pembangunan rusun-rusun untuk warga. Hal ini dilakukan sebagai pemenuhan atas Undang-Undang Dasar UU 1945 Pasal 28H ayat (1), “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”

Lebih khusus lagi hak rakyat pada perumahan ditegaskan dalam UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman Pasal 5 ayat (1): “Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah”.

2. Penataan dan Relokasi yang dilakukan Ahok untuk kepentingan umum (normalisasi waduk dan sungai, pembangunan tanggul-tanggul di Pesisir, revitalisasi ruang terbuka hijau) bukan untuk membangun mal, apartemen dan pemukiman mewah. Langkah ini sesuai dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Lahan untuk Kepentingan Umum dan Pembangunan.

Kalau Ahok melakukan penataan dan relokasi tapi tidak memenuhi 2 hal di atas (ketersediaan Rusun dan penggusuran untuk kepentingan umum), Ahok bisa dituduh melanggar UU dan tidak peduli pada rakyat. Jika Ahok memindahkan warga dari suatu pemukiman ke pemukiman lain, lantas bekas gusurannya dijadikan mal dan apartemen mewah, barulah Ahok bisa disebut anti publik. Dan ini penggusuran yang sebenar-benarnya.

Tetapi, karena Ahok merelokasi dari kawasan kumuh ke kawasan bersih, dan bekas daerah kumuh itu dibangun fasilitas-fasilitas yang manfaatnya kembali ke publik: untuk normalisasi sungai dan waduk, revitalisasi ruang terbuka hijau, pembangunan tanggul-tanggul di Pesisir untuk menghadang rob (air pasang laut) maka Ahok tidak melanggar undang-undang, bahkan ia telah menyediakan dan membela kepentingan publik.

Maka putusan MA soal legalitas penggusuran Kampung Pulo sebenarnya hanyalah penegasan pada kebijakan Ahok yang sudah sesuai dengan asas kepentingan umum.

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya