Liputan6.com, Jakarta - Setya Novanto menegaskan ketika dirinya menjadi Ketua Fraksi Partai Golkar tidak mengurus soal anggaran KTP elektronik atau E-KTP. Termasuk berkomunikasi dengan pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong.
Ketua Umum Partai Golkar itu meminta agar semua pihak menunggu hingga persidangan kasus dugaan korupsi E-KTP pada Kamis 9 Maret.
Advertisement
"Enggak ada (komunikasi dengan Andi Narogong), kita lihat dalam persidanganlah. Yang jelas saya tidak pernah mengurus-ngurus masalah anggaran," ujar Novanto di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (8/2/2017).
Sebab, kata Novanto, sebagai pimpinan fraksi hanya menerima laporan yang dilakukan ketua komisi. "Ketua komisi melaporkan secara oral," lanjut Novanto.
Novanto menegaskan, rapat pleno soal anggaran dilakukan setiap bulan sekali dan sudah diatur oleh Badan Anggaran (Banggar) DPR.
"Di panitia anggaran yang ada di Banggar dan komisi-komisi terkait dalam hal ini Komisi II. Jadi selaku pimpinan fraksi tidak ada urusan-urusan mengenai masalah anggaran," ucapnya.
Ditambah lagi, ujar Novanto, sebagai ketua fraksi dia tidak bisa memutuskan sesuatunya sendirian. "Partai Golkar waktu itu ada 101 anggota Golkar di DPR jadi kalau memutuskan harus dengan fraksi-fraksi lain," imbuh dia.
Novanto pun mengaku belum mengetahui siapa saja yang sudah menyerahkan uang suap itu ke KPK.
"Saya sampai sekarang belum tahu siapa yang mengembalikan, tapi itu kita serahkanlah pada pihak hakim. Yang jelas, pertemuan-pertemuan dengan Nazaruddin (Muhammad Nazaruddin), ini, saya tidak pernah ada dan tidak pernah membicarakan E-KTP," tegas Novanto.
Hari ini, KPK akan menggelar sidang perdana kasus dugaan korupsi E-KTP. Sejumlah nama besar pun terseret dalam kasus ini.
Sidang perdana ini akan digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan dipimpin Hakim John Halasan Butar Butar, Franki Tambuwun, Emilia, Anshori dan Anwar.
KPK siap mengungkap nama-nama besar diduga terlibat dalam kasus suap pengadaan E-KTP dalam sidang besok. Meski banyak nama besar dan legislator yang diduga terlibat, KPK mengaku tetap akan menjalankan kewenangannya sebagai penegak hukum.