Ini Penyebab ‎Jumlah Pengusaha RI Kalah dari Malaysia

Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk fasilitasi dan dorong UMKM sehingga dongkrak jumlah pengusaha.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 09 Mar 2017, 10:00 WIB
Ilustrasi Pengusaha (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koperasi dan UKM mencatat jumlah pengusaha atau wiraswasta di Indonesia baru mencapai 1,65 persen dari total 250 juta penduduk. Realisasi ini di bawah standar internasional minimal 2 persen, bahkan jauh lebih rendah dari basis pengusaha Singapura sudah mencapai 7 persen, Malaysia 5 persen, dan Thailand 3 persen.

Menurut Pendiri grup Triputra, Theodore Permadi Rachmat atau biasa disingkat T.P. Rachmat, profesi sebagai pengusaha oleh masyarakat Indonesia dikonotasikan miring sejak dulu, sehingga bangsa ini sulit untuk maju. Masyarakat lebih melihat positif, profesi dokter dan lainnya.

"‎Pengusaha dianggap tukang tipu, dari dulu konotasinya begitu. Jadi kita harus berubah sesuai perubahan zaman, makanya Ciputra betul-betul mendirikan Universitas karena kita kekurangan entrepreneur," kata dia dalam Diskusi Ekonomi bersama Menko Bidang Perekonomian yang diselenggarakan Liputan6.com di SCTV Tower, seperti ditulis Kamis (9/3/2017).

‎Mantan Bos Astra Group ini bercerita, dirinya pernah bertemu dengan Presiden Korea Selatan (Korsel) sebelumnya. Berdasarkan cerita Presiden Korsel, kata T.P. Rachmat, orang nomor satu itu pernah hidup miskin, termasuk warga Korsel setelah kalah perang dan berpisah dengan Korea Utara (Korut).

"Tapi kultur bangsanya yang takut direbut Korut, sehingga kerja mati-matian supaya tetap aman, kini Korsel jadi negara maju. Untuk itu, kultur kita harus sama dengan Korsel," harap dia.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengungkapkan, sedikitnya jumlah pengusaha di Indonesia disebabkan karena budaya bangsa ini yang kurang melahirkan para pengusaha. Pengusaha dicetak melalui Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

"Budaya kita tidak terlalu menghasilkan pengusaha. UMKM sulit menjadi besar karena tidak ada dukungan dari perusahaan besar, walaupun tidak semua UMKM punya ketajaman, kejelian dan kesempatan," jelas dia.

Sekarang ini, Darmin mengakui, perusahaan besar dan UMKM tidak sinkron. Keduanya bergerak masing-masing menjalankan roda perekonomian. "Makanya jangankan usaha kecil jadi besar, menengah saja sulit," ujar Darmin.

Darmin menuturkan, pemerintah dalam hal ini ‎mempunyai tanggungjawab untuk memfasilitasi dan mendorong UMKM sehingga meningkatkan jumlah pengusaha di Indonesia. Dengan begitu, lapangan kerja akan tercipta.

"Program pendidikan dan vokasi kita juga akan mengarah ke pengusaha. Pemerintah juga mendorong apa yang paling dekat dengan masyarakat kita, seperti perkebunan, pertanian, pangan yang prosesingnya lebih mudah masuk. Ini yang harus dipacu," dia mengatakan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya