Liputan6.com, Jakarta Penggambilan sperma posthumous--alias setelah kematian--sekarang mulai semakin sering dilakukan. Jika Anda mengira hal ini adalah pengambilan sperma dari pria yang sudah mati, maka Anda tidak salah.
Posthumous sperm retrieval (PSR) adalah prosedur medis yang memungkinkan diambilnya sperma dari pria yang baru saja meninggal. Istri atau pasangan legal dari pria tadi bisa memilih, apakah dia menginginkan sperma dari sang pria. Hal ini dilakukan seandainya wanita pasangannya ingin melakukan inseminasi buatan menggunakan sperma pria tadi.
Advertisement
Mungkin plot ini terdengar agak dramatis, seolah hanya terjadi dalam sinetron atau opera sabun, dan memang ada benarnya. Tapi percaya atau tidak, sekarang semakin banyak wanita yang memutuskan untuk melakukan hal ini, setelah mengalami kesedihan mendalam karena ditinggal pasangannya.
Pengambilan sperma pascakematian pertama yang dicatat adalah pada tahun 70-an. Saat itu urolog Cappy Rothman--yang dijuluki Raja Sperma karena upayanya dalam komunitas kesuburan--melakukan prosedur dan menerbitkan literatur pertama tentang bank sperma pada tahun 1977, seperti mengutip She Knows, Kamis (9/3/2017).
Sejak awal, pengambilan sperma pascakematian sudah menjadi proses yang kontroversial. Namun yang menambah misterinya adalah, sangat sedikit regulasi yang diberikan pemerintah (AS) sehubungan hal ini.
Secara medis, memang mungkin untuk mengambil sperma dalam jangka waktu yang masuk akal (10-36 jam setelah kematian). Namun walaupun memungkinkan secara medis, tetap saja ada pertanyaan soal etika: Apakah etis untuk memutuskan seorang pria menjadi ayah saat dia sudah tak lagi hidup dan bisa memberi izin?
Salah satu masalah legal dari melahirkan seorang anak dari ayah yang sudah meninggal adalah pembuktian. Karena sang ayah sudah wafat, agak sulit memberikan bukti biologis bahwa dia adalah anak dari pria yang sudah meninggal tadi. Hal ini menimbulkan kesulitan untuk mencantumkan nama sang ayah di akte kelahiran, dan menjadikannya mustahil bagi sang anak mendapatkan jaminan sosial sampai tes paternitasnya terbukti.
Walaupun begitu, berbagai proses konsepsi pascakematian semakin mencuri perhatian publik, yang kemudian menjadikannya populer. Ini karena, kematian pasangan juga mematikan kemungkinan untuk memiiki anak bersama di masa depan. Dengan pengambilan sperma pascakematian, hal tadi tak lagi mustahil.