Setnov: Saya Tidak Pernah Bertemu Nazaruddin Terkait E-KTP

Setnov menegaskan tidak pernah bertemu Muhammad Nazaruddin, Anas Urbaningrum, dan pengusaha Andi Narogong terkait kasus E-KTP.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 09 Mar 2017, 12:41 WIB
Ketua DPR Setya Novanto (Lizsa Egeham/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto membantah dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus dugaan korupsi KTP elektronik atau kasus E-KTP. Ia menegaskan, dirinya tidak pernah bertemu dengan Muhammad Nazaruddin, Anas Urbaningrum, dan pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong.

"Sekarang sudah ada dalam dakwaan, meskipun sudah ada edaran-edaran sebelumnya sehingga saya sempat membaca. Saya sampaikan apa yang disampaikan Saudara Nazaruddin soal pertemuan saya dengan Anas, Andi Narogong dan juga Saudara Nazaruddin adalah enggak benar," ujar Setya Novanto usai menghadiri Rakornis Partai Golkar di Redtop Hotel, Jakarta, Kamis (9/3/2017).

Ia pun dengan tegas mengatakan tidak pernah menerima apa pun dari aliran dana E-KTP.

"Saya tidak pernah mengadakan pertemuan dengan Nazaruddin bahkan menyampaikan yang berkaitan dengan E-KTP. Bahkan, saya tidak pernah menerima uang sepeser pun dari E-KTP," ujar pria yang karib disapa Setnov ini.

Oleh karena itu, Ketua DPR ini pun memuji kerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga akhirnya sidang perdana hari ini dapat digelar. Setnov sendiri pernah dua kali dipanggil KPK sebagai saksi untuk kasus E-KTP.

"Saya mendukung apa yang sudah dilakukan oleh KPK dan mengapresiasi pimpinan KPK dan juga baik Pak Agus maupun pimpinan yang lain, khusunya para penyidik yang sudah melakukan pemeriksaan-pemeriksaan, termasuk terhadap saya," papar Setnov.

"Nah ini saya sudah disidik dua kali, sudah memberikan klarifikasi yang sejelas-jelasnya apa yang saya lihat, apa yang saya ketahui dan apa yang saya dengar," tandas Setnov.

Banyak Nama di Dakwaan

Sebelumnya, dalam sidang dakwaan kasus E-KTP hari ini, JPU membacakan bahwa mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Dirjen Dukcapil Sugiharto didakwa telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi dalam kasus E-KTP.

Keduanya didakwa telah bekerja sama dengan Andi Gustinus alias Andi Narogong sebagai penyedia barang dan jasa pada Kemendagri dan Isnu Edhi Wijaya sebagai Ketua Konsorsium Percetakan Negara, kemudian Diah Anggraini sebagai Sekretaris Jenderal Kemendagri.

Sekitar November 2009 hingga Mei 2015, mereka juga bekerja sama dengan Ketua Fraksi Partai Golkar saat itu, Setya Novanto dan Ketua Panitia Pengadaan barang di Dirjen Dukcapil Drajat Wisnu Setyawan. Kerja sama ini dibentuk untuk memenangkan perusahaan tertentu dalam proses pengadaan barang dan jasa proyek E-KTP tahun anggaran 2011-2013.

Jaksa juga menyebut perbuatan mereka bertujuan untuk memperkaya orang lain, di antaranya Menteri Dalam Negeri saat itu Gamawan Fauzi, Diah Anggraeni, Sekretaris Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri Drajat Wisnu Setyawan bersama 6 anggota panitia pengadaan. Kemudian, Husni Fahmi beserta 5 anggota tim teknis.

Lalu disebut juga dalam dakwaan kasus E-KTP itu sejumlah tokoh yaitu Anas Urbaningrum, Marzuki Ali, Olly Dondokambey, Melchias Marchus Mekeng, Mirwan Amir, Tamsil Linrung, dan Taufik Effendi.

Kemudian, Teguh Juwarno, Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo, Arief Wibowo, Mustoko Weni, Rindoko, Jazuli Juwaeni, dan Agun Gunanjar.

Lalu ada pula Ignatius Mulyono, Maryam S Haryani, Nu'man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramain, Jamal Aziz, Markus Nari, Yasonna Laoly, dan 37 anggota Komisi II lain.

Kemudian juga memperkaya korporasi yakni Perusahaan Umum Percetakan Negara (Perum PNRI), PT Len Industri, Pt Quadra Solution, PT Sandipala Artha Putra, PT Sucofindo dan Managemen Bersama Konsorsium PNRI.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya