Liputan6.com, Beijing - Pada tahun 2015, di Palembang, Indonesia sempat dibuat heboh dengan materi buku pelajaran yang dianggap tak pantas bagi siswa Sekolah Dasar. Sebagaian materi di Buku Olahraga dan Kesehatan itu dinilai terlalu vulgar.
Buku tersebut terbitan Pusat Perbukuan Kementerian Pendidikan Nasional 2010 yang ditulis oleh Dadan Heryana dan Giri Veriantika. Menurut salah satu orangtua, terdapat sejumlah kalimat yang tidak sepatutnya diajarkan kepada siswa SD.
Advertisement
Misalnya, pada salah satu soal pilihan tertulis: alat kelamin laki-laki dinamakan (a) testis, (b) vagina, (c) sperma, serta (d) ovarium.
Beberapa saat setelah protes orangtua, buku tersebut ditarik dari peredaran.
Polemik materi seks di sekolah tidak hanya terjadi di Indonesia. Tetapi juga di China. Baru-baru ini, kontroversi pendidikan seks di buku pelajaran heboh di Tiongkok.
Buku pelajaran itu digunakan untuk anak-anak berusia 6 hingga 13 tahun. Demikian seperti dikutip dari CNN, Kamis (9/3/2017).
Buku tersebut diterbitkan oleh Beijing Normal University dan produk itu telah melewati masa uji coba selama 9 tahun. Buku itu kini telah digunakan di 18 sekolah dasar di ibu kota juga dijual di toko-toko buku.
Meskipun sudah digunakan di beberapa sekolah, tetap saja buku inti mengundang kontroversi, ketika salah seorang orangtua memposting foto-foto di buku itu di Weibo.
Orangtua itu mengatakan ia dari Hangzhou, Provinsi Zhejiang. Ia menulis bahwa ia terlalu malu untuk membaca konten dan mengkritik isinya yang terlalu 'berani'.
Si ibu mengatakan sekolah tempat di mana anaknya belajar memutuskan untuk tidak menggunakan buku itu setelah ia memprotes penggunaan buku tersbut.
Foto-foto materi pendidikan seks itu viral di Weibo. Banyak yang mengkritik ada pula yang membela.
Buku pelajaran itu memuat isu hubungan antar lawan jenis, seks termasuk reproduksi, kekerasan seksual, gender, homoseksual, dan seks yang bertanggung jawab.
Materi itu memuat ilustrasi kartun alat kelamin pria dan perempuan. Juga, penetrasi penis ke vagina, serta menstruasi.
Pendidikan Seks China Tertinggal
Mungkin bagi sebagian besar pembaca meteri seperti itu adalah hal biasa, tapi ini adalah langkah besar bagi China. Negeri Tirai Bambu itu telah lama dikritik karena tak memiliki kurikulum pendidikan seks.
Profesor sosiologi dari Beijing's Tsinghua University, Jin Jun, kepada CNN tahun lalu bahwa banyak mahasiswanya tidak mendapat pendidikan seks hingga mereka masuk tahun pertama di universitas.
Pad 2015, ada 115 ribu kasus infeksi HIV di China, menurut China's National Center for STD/AIDS Prevention and Control (NCHHSTP). Dari angka itu, 17.000 atau 14,7 persen berusia 15-24 tahun.
Meski angka itu kecil jika dibandingkan dengan populasi China secara keseluruhan, NCHHSTP mengestimasi pertumbuhan infeksi HIV di antara kelompok muda akan meningkat dalam 35 tahun.
China juga memiliki angka yang tinggi dalam hal aborsi. Para analisis mengatakan hal itu berkaitan dengan ketidaktahuan penggunaan kontrasepsi.
Setelah foto buku pelajaran itu viral, beberap orang berkomentar kontennya tidak tepat untuk anak-anak. Mereka membandingkan dengan kartun porno dan memperingatkan anak-anak akan mencoba untuk meniru ketika melihat gambarnya.
Yang lainnya, termasuk penerbit, membela buku itu.
"Buku pelajaran itu telah cermat didesain, diuji coba, direvisi dan ditelaah. Kami telah konsultasi dengan orangtua, murid-murid, dan guru selama proses pembuatannya," kata pernyataan Beijing Normal University.
"Kebutuhan pendidikan seks dan perkembangan seksual pada anak-anak selama ini diabaikan oleh China. Karena tak ada pendidikan seks sedikit pun baik itu di rumah maupun di sekolah," lanjut pernyataan itu.
Seorang guru bernama Yu di SD Xingzhi di Beijing menggunakan buku itu untuk siswa berusia 12-13 tahun. Kepada CNN ia mengatakan, materi buku itu "sangat bisa diterima."
"Saya pikir buku pelajaran itu memerankan peran penting bagi anak-anak untuk memiliki perilaku seksual sehat," kata Yu. Meski demikian ia sempat terkejut dengan kalimat dalam buku itu yang mengatakan homoseksual bukanlah pilihan dan jangan dipandang tak bermoral.
Isu LGBT di China masih mendapatkan stigma negatif. Sehingga proses legalisasi pernikahaan sejenis masih mandek.
Pendidik Seks dan ahli sosiologi China yang terkenal, Li Yinhe mengatakan, buku itu 'luar biasa pantas'. Ia menyebut usaha pemerintah untuk membuat pedoman pendidikan seks sudah baik namun perlu diperluas.
"Kita kekurangan guru yang berpengalaman, kelas khusus, dan buku teks yang sistematis," kata Li. "Buku ini hanya merupakan bagian kecil dari pedoman itu," lanjutnya.
Meski demikian, Li memuji bahwa buku itu juga berisi hubungan sesama jenis sehingga membantu murid LGBT tidak merasa sendiri.
"Banyak dari mereka ditindas dan merasa ingin bunuh diri," katanya.
"Hal ini juga mengajarkan siswa heteroseksual untuk lebih menghormati dan merangkul orang lain."
Ketika ditanya apakah buku itu terlalu vulgar, ia menjawab, "jika berpikiran seperti itu, penolakan orang tua atas pendidikan seks merugikan anak-anak mereka."
"Pendidikan seks penting untuk kehidupan dan masa depan mereka."