Liputan6.com, Jakarta Di masa depan, Jakarta bisa menjadi kota pintar atau smart city yang memberi kenyamanan bagi siapapun yang tinggal di Ibukota. Perlahan tapi pasti, pemerintah Provinsi DKI Jakarta sibuk berbenah dengan beragam cara. Hal ini pernah disampaikan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di tahun 2014 ketika ia masih mendampingi Joko Widodo sebagai wakil Gubernurnya.
Setelah Pak Jokowi menjadi Presiden RI dan kemudian Ahok menggantikan posisinya sebagai Gubernur, sampai sekarang bersama H. Djarot Saiful Huda sebagai wakilnya, rencana tersebut masih konsisten dilaksanakan.
Advertisement
Saat itu Ahok mengaku, pemerintah saat ini telah menjangkau seluruh kelurahan dengan jaringan internet tanpa kabel atau WiFi.
“Itu pakai fiber optic di semua kelurahan, dan targetnya tahun depan minimal RT/RW sudah terpasang WiFi. Seluruh tiang listrik kita ganti LED, dipasangin mikro cell karena kan teknologi kita sudah 4G,” katanya di Jakarta beberapa waktu lalu.
Lalu, sambung Ahok, setiap sudut lingkungan RT/RW bakal terpasang kamera CCTV dan dibagi dengan seluruh aparat keamanan, misalnya Angkatan Darat, Angkatan Udara dan lainnya.
“Supaya mereka juga membantu jaga keamanan. Kalau ada apa-apa kita bisa saling kerjasama, misalnya ada geng perampok motor,” tutur Ahok.
Dari sisi sumber daya manusianya, sambung Ahok, perlu dukungan dari masyarakat untuk membuka diri dengan era globalisasi saat ini. Masyarakat dipaksa untuk inovatif, kreatif sehingga orang-orang inilah yang akan tinggal di kawasan perkotaan.
“Jadi ini seleksi alam, yang nggak sanggup (inovatif dan kreatif) akan tergeser. Yang bisa menggeser adalah penghasilan, dan kita harus menghilangkan kawasan kumuh murah dan membangun rumah susun sewa, termasuk pasar rakyat, kesehatan serta sekolah, dan transportasi murah,” paparnya.
Ahok menilai, konsep kota pintar harus mampu menyejahterakan masyarakat dari hasil inovatif dan kreatifitas yang dimilikinya.
“Kalau nggak bisa buat otak, perut dan dompet penuh, bukan smart city," ujarnya.
Di sisi lain, pemerintah dapat bekerjasama dengan pengusaha untuk mewujudkan kota pintar di Ibukota. “Anggaran nggak masalah, kita bisa tukar menukar. Kita masih punya hak ruang udara, bawah tanah dan pulau. Kita bisa tawarkan hak ini ke pengusaha, tapi kita minta mereka bangun transportasi, waduk, sungai dan model lainnya,” cetus Ahok.
Realisasi infrastruktur kota pintar, menurut Ahok, sudah relatif baik dan tinggal memasang CCTV.
“Nggak akan dicolong kok, makanya kita harus kelola dan awasi. Makanya smart city itu perlu seleksi orang, makanya kita ingin bikin perda beasiswa. Jadi uang sekolah, beli buku bisa pakai debit, tapi uang transport cuma bisa ditarik Rp 50 ribu per minggu. Kalau nggak, orang miskin bisa ambil untuk belanja yang lain,” tukas Ahok.
(*)