Tjahjo: Asas Praduga Tak Bersalah Dikedepankan di Kasus E-KTP

Sejumlah kader PDIP disebut-sebut dalam dakwaan kasus e-KTP di Pengadilan Tipikor.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 09 Mar 2017, 18:55 WIB
e-KTP

Liputan6.com, Jakarta - Sidang korupsi e-KTP dengan terdakwa Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto digelar hari ini. Dalam pembacaan dakwaan, beberapa nama kader PDIP disebutkan.

Nama-nama yang muncul adalah Olly Dondokambey, Ganjar Pranowo, Yasonna H Laoly, serta Arif Wibowo. Mereka disebutkan menerima kucuran dana untuk memuluskan proyek pengadaan e-KTP tersebut.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang juga mantan Sekjen PDIP dan anggota DPR RI itu angkat bicara. Dia menuturkan, semuanya harus mengedepankan asas praduga tak bersalah.

"Apa pun asas praduga tidak bersalah harus dikedepankan, dalam proses hukum di pengadilan," ucap Tjahjo ketika dikonfirmasi, Kamis (9/3/2017).

Anggaran proyek pengadaan pada kasus korupsi e-KTP itu cukup fantastis. Proyek tersebut dianggarkan hingga Rp 5,9 triliun. Dari jumlah tersebut, 49 persen dana dibagikan kepada sejumlah anggota Komisi II DPR.

Berdasarkan dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Irene Putrie, dari nilai anggaran Rp 5,9 triliun dan dipotong pajak sebesar 11,5 persen, dana tersebut akan dibagi-bagi. Sebesar 49 persen dana yang dibagi untuk beberapa nama sebesar Rp 2,558 triliun.

Sementara itu, 51 persen atau sejumlah Rp 2,662 triliun akan digunakan untuk belanja modal atau belanja riil pembayaran proyek. Sementara, dana Rp 2,558 triliun tersebut akan dibagi ke beberapa nama.

Banyak Nama di Dakwaan

Diketahui, Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman serta mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Dirjen Dukcapil Sugiharto didakwa telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi dalam kasus ini.

Keduanya didakwa telah bekerja sama dengan Andi Gustinus alias Andi Narogong sebagai penyedia barang dan jasa pada Kemendagri serta Isnu Edhi Wijaya sebagai Ketua Konsorsium Percetakan Negara. Kemudian, Diah Anggraini sebagai Sekretaris Jenderal Kemendagri.

Sekitar November 2009 hingga Mei 2015, mereka juga bekerja sama dengan Ketua Fraksi Partai Golkar saat itu Setya Novanto dan Ketua Panitia Pengadaan barang di Dirjen Dukcapil, Drajat Wisnu Setyawan. Kerja sama ini dibentuk untuk memenangkan perusahaan tertentu dalam proses pengadaan barang dan jasa proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.

Jaksa juga menyebut perbuatan mereka bertujuan memperkaya orang lain, di antaranya Menteri Dalam Negeri saat itu Gamawan Fauzi, Diah Anggraeni, Sekretaris Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri Drajat Wisnu Setyawan bersama enam anggota panitia pengadaan. Kemudian, Husni Fahmi beserta lima anggota tim teknis.

Lalu disebut dalam dakwaan korupsi e-KTP itu sejumlah tokoh, yaitu Anas Urbaningrum, Marzuki Ali, Olly Dondokambey, Melchias Marchus Mekeng, Mirwan Amir, Tamsil Linrung, dan Taufik Effendi.

Kemudian, Teguh Juwarno, Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo, Arief Wibowo, Mustoko Weni, Rindoko, Jazuli Juwaeni, dan Agun Gunanjar.

Ada pula nama Ignatius Mulyono, Maryam S Haryani, Nu'man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramain, Jamal Aziz, Markus Nari, Yasonna Laoly, dan 37 anggota Komisi II lain.

Kemudian juga memperkaya korporasi, yakni Perusahaan Umum Percetakan Negara (Perum PNRI), PT Len Industri, Pt Quadra Solution, PT Sandipala Artha Putra, PT Sucofindo dan Managemen Bersama Konsorsium PNRI.

Hal itu merugikan keuangan negara sebesar Rp 2.314.904.234.275 dalam proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2012.


Bantahan

Sejumlah nama yang disebut menerima aliran dana dalam kasus e-KTP ini telah membantah hal itu. Salah satunya, mantan Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo yang juga Gubernur Jawa Tengah.

Ganjar sempat diperiksa pada 7 Desember 2016. Dia pun membantah turut menerima aliran duit dari pembahasan proyek e-KTP. Hal itu juga menjadi bagian yang ditanyakan oleh penyidik KPK dalam pemeriksaan tersebut.

"Saya pastikan saya tidak terima," kata Ganjar saat dihubungi dari Jakarta, Rabu 8 Maret 2017.

Yasonna juga menyatakan, tidak terlibat dengan kasus dugaan korupsi e-KTP. Saat penganggaran, dia memang duduk sebagai anggota Komisi II DPR RI.

"Sebagai partai oposisi kita tidak ikut cawe-cawe soal e-KTP. Dalam pembahasan program dan anggaran, Fraksi PDI Perjuangan sangat kritis," kata Yasonna kepada Liputan6.com, Kamis (9/3/2017).

Oleh sebab itu, Yasonna menegaskan pihaknya tidak terlibat sama sekali dalam bagi-bagi fulus proyek yang menghabiskan hampir Rp 6 triliun atau Rp 5,9 triliun.

Gubernur Sulawesi Utara, Olly Dondokambey, yang diperiksa pada 26 Januari 2017 juga membantahnya. "Kalau ada bukti, lu kasih lihat, gua tuntut lu," ujar Olly dengan nada tinggi usai diperiksa penyidik di Gedung KPK, HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis itu.

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya