Liputan6.com, Malang Aksi mogok beroperasi sebagai wujud penolakan taksi online dari para sopir angkutan kita (angkot) di Kota Malang, Jawa Timur berakhir mulai Kamis sore, 9 Maret 2017. Bahkan, khusus sore itu para sopir angkot juga tak memungut tarif dari para penumpang alias gratis.
Itu setelah ada kesepakatan antara para sopir angkot dengan Pemkot Malang yang dituangkan dalam Surat Keterangan nomor : 072/570/35.73.310/2017. Kesepakatan ditandatangani oleh perwakilan Dinas Perhubungan Kota Malang, Dinas Perhubungan Jawa Timur, Kepolisian dan DPRD Kota Malang serta perwakilan sopir angkot.
Isinya, melarang taksi online untuk beroperasi selama mereka tak memenuhi syarat perizinan sebagaimana layaknya angkutan umum. Berdasar data Dishub Jawa Timur, secara keseluruhan di provinsi ini hanya ada 33 unit mobil yang memiliki izin operasi sebagai taksi online
Seorang juru bicara sopir angkot, Imam Toger mengatakan, seluruh angkutan umum berbasis aplikasi online dilarang beroperasi jika tak berbentuk badan hukum serta tak memiliki izin sebagaimana perizinan angkutan umum.
Baca Juga
Advertisement
"Kalau ada taksi online yang masih beroperasi, akan ditindak oleh kepolisian dan Dishub karena jelas melanggar aturan. Angkutan online itu harus memenuhi aturan seperti kami," kata Toger sore tadi.
Para sopir angkot juga dilarang merazia transportasi online guna menghindari situasi memanas. Jika ada yang menemukan taksi online beroperasi, agar ditangkap dan diserahkan ke kepolisian untuk ditindak. Para sopir angkot juga meminta maaf jika aksi mogok mereka merugikan masyarakat.
"Karena itu, khusus hari ini semua angkot kembali beroperasi dan gratis tanpa perlu membayar. Ini sebagai permintaan maaf kami," tutur Toger yang juga ketua Paguyuban Jalur ABG ini.
Sekretaris DPC Organda Malang Raya, Purwono Tjokro Darsono menyatakan, target utama tetap menuntut Kementerian Kominfo dan Kementerian Perhubungan menutup transportasi berbasis aplikasi online itu.
"Kami ingin pemerintah pusat meninjau ulang keberadaan transportasi online itu. Kami juga akan bertemu Gubernur Jawa Timur untuk membahas masalah ini," ujar Purwono.
Organda juga meminta Pemkot Malang memperhatikan kuota angkutan umum di Kota Malang. Pada 2016 silam dikaji kebutuhan angkutan umum. Hasilnya, hanya dibutuhkan sebanyak 420 taksi saja, tapi faktanya yang beroperasi saat ini ada 477 armada taksi. Sedangkan untuk angkot ada lebih dari 2.250 armada angkot di 25 jalur, namun belum ada kajian kebutuhan.
"Pemkot Malang harus juga bikin studi, berapa kebutuhan angkutan umum di kota ini. Kalau berlebih kan juga malah rawan konflik," tutur Purwono.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Malang, Kusnadi mengatakan, pemerintah kota tidak melarang transportasi online beroperasi di Kota Malang sepanjang mereka memiliki izin.
"Kalau taksi online tak punya izin itu sudah ilegal. Karena itu, akan ada penertiban melibatkan kepolisian terhadap angkutan online ilegal itu," tutur Kusnadi.
Karena itu, Pemkot Malang menjamin tidak aka nada taksi online ilegal yang beroperasi. Para sopir angkot pun diminta kembali beroperasi seperti semula.
Sebelumnya, para sopir angkot mogok beroperasi sejak Senin 6 Maret lalu. Mereka menolak keberadaan transportasi online lantaran dinilai merugikan angkot.