Liputan6.com, Seuol - Presiden ke-11 Korea Selatan dan wanita pertama yang berhasil memegang jabatan tersebut, Park Geun-hye, akhirnya resmi dilengserkan dari kursi kekuasaan.
Kasus penyalahgunaan kekuasaan yang berujung korupsi dan kolusi jadi pangkal permasalahannya.
Geun-hye bukan nama baru di perpolitikan Negeri Gingseng. Di usia sangat muda dia sudah "terpaksa" terjun ke dalam dunia tersebut.
Lahir pada 2 Febuari 1952, Geun-hye merupakan putra pasangan Park Chung-hee dan Yuk Young-soo. Park adalah presiden ke-3 Korsel.
Karena itulah darah biru perpolitikan Korsel otomatis mengalir dalam tubuhnya.
Baca Juga
Advertisement
Di usia 22 tahun, Geun-hye berhadapan dengan kejadian yang mengguncang hidupnya. Sang ibu, Young-soo, dibunuh pria bersenjata dari Korut.
Sebagai anak tertua, peran dan tugas ibu negara Korsel harus dijalankannya. Tak lama setelah itu, giliran ayahnya yang dihabisi nyawanya.
Dia pun memilih hilang sementara dari dunia politik. Fokus dalam studi, akhirnya Geun-hye berhasil meraih gelar sarjana teknik dari Universitas Sogang di Seoul.
Usai itu, Geun-hye kembali ke politik. Kariernya bisa dibilang moncer. Pada 1998 prestasi ia cetak. Perempuan yang memilih tidak menikah ini pada 1998 berhasil jadi wanita pertama di Majelis Nasional Korsel.
Sembilan tahun kemudian pada 2007, Geun-hye mencoba peruntungan untuk maju dalam pemilihan presiden Korsel. Namun, partai tempatnya bernaung, Saenuri, di tahun tersebut menominasikan Lee Myung-bak.
Kemenangan dalam pilpres
Jelang pemilu 2012, karena konstitusi Korsel hanya mengizinkan setiap presiden untuk menjalankan masa jabatan satu periode saja, Partai Saenuri mengumumkan mencalonkan Geun-hye.
Pilihan Saenuri tidak salah. Geun-hye berhasil memenangkan pemilu dengan merengkuh suara 51,6 persen mengalahkan jagoan Partai Persatuan Demokrasi Moon Jae-in yang mendapat 48,8 persen suara.
Beberapa peneliti politik Korsel menyimpulkan kemenangan Geun-hye karena janjinya yang akan melakukan rekonsiliasi politik dengan Korea Utara.
Namun di sisi lain, Geun-hye mendapat dukungan karena bersumpah tak ada kata toleransi bagi setiap tindakan membahayakan keamanan Korsel, terutama jika itu berasal dari Korut.
Untuk masalah ekonomi, Geun-hye tebar janji pada pemilihnya akan memperkuat ekonomi dengan cara memperluas ekonomi kreatif dan wira usaha.
Saat jadi presiden, Geun-hye dinilai tak bisa memenuhi janji politik. Skandal ekonomi yang menyeretnya membuat perekonomian Korsel bak jalan di tempat.
Setali tiga uang, janji rekonsiliasi dengan Korut pun tak terbukti. Hubungan dua negara bersaudara ini membatu di zaman Geun-hye memerintah.
Advertisement
Skandal Politik
Di penghujung 2016, badai besar menghantam Geun-hye. Choi Soon-sil, teman lama dari Presiden Korea Selatan dituduh, media dan oposisi menyalahgunakan hubungannya dengan Geun-hye untuk memaksa konglomerat besar menyumbangkan jutaan dolar pada dua yayasan yang didirikan untuk mendukung inisiatif Park. Ia juga dituduh telah mencampuri urusan negara.
Dipertengahan Okteber 2016, Geun-hye meminta maaf secara publik dan mengaku bahwa dokumen tertentu telah ia bagikan kepada Choi. Ia juga mengizinkannya untuk mengedit pidato politik.
"Choi memberi saran kepada saya tentang naskah pidato dan hubungan dengan masyarakat selama kampanye presiden lalu, dan dia terus membantu saya dalam jangka waktu tertentu setelah saya menjabat," ujar Park.
"Saya meminta maaf kepada rakyat secara sungguh-sungguh," kata Park sebelum membungkuk ke kamera.
Choi akhirnya diinterogasi pada Senin 31 Oktober setelah meminta maaf karena telah melakukan hal yang disebutnya sebagai 'kejahatan tak termaafkan'.
Choi sempat ditempatkan di bawah penahanan darurat. Jaksa mengatakan, hal itu mereka lakukan karena dikhawatirkan bahwa Choi akan menghancurkan bukti dan berisiko melarikan diri.
"Ia telah melarikan diri ke luar negeri sebelumnya, dan ia tak memiliki alamat tetap di Korea," ujar seorang pejabat penuntut kepada Yonhap.
"Ia juga berada dalam keadaan psikologis yang sangat tidak stabil," imbuh dia.
Dimakzulkan Parlemen
27 November 2016, jutaan rakyat Korea Selatan (Korsel) berdemonstrasi di Seoul. Aksi protes terbesar dalam sejarah Negeri Ginseng itu bertujuan menuntut Presiden Park Geun-hye mundur menyusul krisis politik yang melibatkannya dan sejumlah orang dekatnya.
Reuters menyebutkan, pihak kepolisian menolak memberikan estimasi jumlah para pendemo. Namun mereka menegaskan telah menyiagakan 25.000 personelnya di Seoul.
Aksi protes untuk menuntut pengunduran diri Presiden Geun-hye telah berlangsung sejak beberapa minggu dan digelar di setiap akhir pekan. Sejak demonstrasi pro-demokrasi pada tahun 1980-an, unjuk rasa besar-besaran sangat jarang terjadi di Korsel.
Akhirnya pada Desember 2016, Parlemen Korea Selatan resmi mengeluarkan keputusan untuk menggulingkannya.
Perdana Menteri Hwang Kyo-ahn akan menjadi pelaksana tugas presiden hingga Mahkamah Konstitusional memberikan putusan.
Geun-hye resmi digulingkan pada 10 Maret 2017. Keputusan ini pun diambil oleh lembaga hukum tertinggi Korsel, Mahkamah Konstitusi.
Advertisement