Liputan6.com, Bali - Sejumlah kekhawatiran muncul saat anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melepas saham perdana ke publik atau initial public offering (IPO). Salah satunya, ialah menurunkan laba dan imbasnya dividen ke induk usaha atau BUMN. Lantaran saham anak usaha tak 100 persen dimiliki BUMN.
Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha, Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro menampik hal tersebut. Dia menerangkan, dengan 100 persen saham dimiliki induk maka dividen yang diterima 100 persen. Begitu pula jika sebagian saham dimiliki oleh publik. Maka, dividen yang diterima sesuai dengan kepemilkan BUMN.
Akan tetapi, dengan IPO maka anak usaha memiliki dana yang lebih besar. Dana itu akan menopang kinerja anak usaha BUMN dan imbasnya dividen juga besar.
Baca Juga
Advertisement
"Kita tidak melihat seperi itu, 100 persen dividen 100 persen ke induk. Tapi ingat misal 25 persen publik, 75 persen apa yang terjadi. Waktu 75 persen dapat cash besar waktu masuk awal tentu uang diputar menghasilkan besar lagi. Tahun berikut dan seterusnya induknya akan mendapat dividen dengan hak berkurang 75 persen, dengan bisnis besar lagi," jelas dia dalam acara Underwriting Network di Bali, Jumat (10/3/2017).
Itu belum ditambah dengan harga saham yang terkerek karena terus diperdagangkan.
"Belum lagi apresiasi dari nilai saham. Yang tadi 100 persen nilai perusaahaan anak ini Rp 3 triliun-4 triliun misalnya dengan apresiasi 20 persen kalo Rp 4 triliun itu Rp 5 triliun," ungkap dia.
IPO memberikan manfaat pada pengembangan bisnis. Sebagai contoh saat PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) melepas saham.
"Coba cek contoh BRI waktu listing nilai Rp 16 triliun market cap, sekarang pemerintah memiliki 60 persen tetap dengan nilai Rp 300 triliun lebih. Milih mana 60 persen Rp 300 triliun atau 100 persen tapi cuma Rp 16 triliun," jelas dia.