Liputan6.com, Dhaka - Bangladesh mengadakan peragaan busana berbeda dalam perayaan Hari Perempuan Internasional. Dengan menampilkan 15 peragawati percaya diri, yang telah berjuang melawan trauma serangan zat asam.
Mereka umumnya adalah korban kekerasan brutal yang terjadi di Asia Selatan, di mana seringkali dipicu mahar yang terlalu sedikit, penolakan atas rayuan atau sengketa tanah. Serangan itu merusak wajah dan tubuh mereka dan berdampak sepanjang hidup.
Advertisement
Salah satu model dadakan yang tampil di acara peragaan busana itu adalah Sonali Khatun. Perempuan 13 yang dilempar cairan asam di wajah ketika bayi berusia 17 hari akibat sengketa properti keluarga, memimpin parade yang digelar Selasa 7 Maret 2017 malam waktu setempat.
Ia dirawat hampir tiga tahun di rumah sakit, mengalami delapan operasi, namun tidak pernah menyerah menjalani hidupnya.
"Saya ingin menjadi dokter," katanya kepada penonton, yang secara spontan bersorak dan bertepuk tangan seperti dikutip dari VOA News, Jumat (10/3/2017).
Peragawati dadakan lainnya adalah Asma Khatun. Pada 2008 di usia 24 tahun, ia harus menyerahkan mimpi-mimpinya yang hancur karena para penyerang menyiram asam kepada keluarganya yang terdiri dari empat orang, termasuk putrinya yang berusia satu tahun ketika sedang tidur. Lagi-lagi karena sengketa tanah.
Para penyerang tidak pernah ditangkap, tapi seluruh keluarga saya harus mengalami banyak penderitaan," ujarnya. "...Saya sangat senang ada di sini."
Farah Kabir selaku Direktur Lembaga Amal Inggris ActionAid untuk Bangladesh yang menyelenggarakan acara bertajuk "Beauty Redefined" itu, mengatakan para perempuan itu menunjukkan kekuatan diri mereka.
"Mereka telah berjuang sekian lama," ujar Farah.
"Ini sesuatu yang dekat dengan hati saya," ujar perancang Bibi Russell. "Saya ingin mereka mendapat pengakuan. Biarkan mereka memiliki kehidupan di bagian dunia ini."
Seorang model amatir lain yang tampil adalah Ganga Dasi. Wanita 40 tahun itu dilempar cairan asam ke wajahnya pada usia 17, saat ia menolak lamaran seseorang.
"Saya kehilangan harapan hidup. Tidak ada yang datang menolong kami," ujarnya saat ia bersiap ke panggung.
"Sekarang saya lebih percaya diri. Saya tidak akan menyembunyikan wajah saya lagi."
Banyaknya korban cairan berbahaya itu membuat pemerintah Bangladesh memutuskan untuk mengesahkan undang-undang pembatasan impor dan penjualan cairan asam pada 2002. Lalu memberlakukan hukuman mati untuk pelaku serangan dengan zat tersebut.