Liputan6.com, Chicago - Harga emas melemah menjelang akhir pekan ini. Hal itu didorong kenaikan data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) sehingga menaikkan kemungkinan bank sentral AS atau the Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga pada pertemuan 14-15 Maret 2017.
Meski demikian, harga emas masih berada di atas US$ 1.200 per ounce di tengah data ekonomi AS yang menguat.
“Jika suku bunga bank sentral AS naik, harga emas dapat reli dengan inflasi kembali menjadi fokus,” ujar Peter Spina, Chief Executive Officer (CEO) GoldSeek.com, seperti dikutip dari laman Marketwatch, Sabtu (11/3/2017).
Baca Juga
Advertisement
Harga emas untuk pengiriman April melemah US$ 1,8 atau dua persen ke level US$ 1.201,40 per ounce. Level itu terendah 30 Januari. Secara mingguan, harga emas telah melemah dua persen. Sedangkan harga perak merosot 11,3 sen atau 0,7 persen ke level US$ 16.923 per ounce. Secara mingguan, harga perak sudah merosot 4,6 persen.
Data tenaga kerja AS bertambah 235 ribu pada Februari menjadi sentiment untuk harga emas. Dengan penambahan tenaga kerja itu memberikan spekulasi bank sentral AS akan menaikkan suku bunga pada pertemuan 14-15 Maret 2017.
“Bagaimana juga saat ini perhatian menuju ke rencana kenaikan suku bunga bank sentral AS pada Maret. Namun data ekonomi tidak begitu kuat untuk meyakinkan pasar kalau bank sentral AS akan menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali pada 2017,” ujar Rob Haworth, Analis Senior US Bank Wealth Management.
Dengan rencana kenaikan suku bunga bank sentral AS sebanyak tiga kali tersebut dapat menekan harga emas. Di pasar uang, indeks dolar AS cenderung melemah terhadap sejumlah mata uang termasuk euro. Penguatan euro usai pimpinan bank sentral Eropa Mario Draghi mengindikasikan pihaknya tidak khawatir dengan deflasi yang terjadi di zona euro.