Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan berharap, nama-nama rekan separtainya yang disebut dalam dakwaan kasus dugaan korupsi KTP elektronik atau e-KTP tidak benar-benar terlibat. Menurut dia, PDIP tidak memberikan ruang bagi para koruptor.
"(Kalau terbukti korupsi) yang pasti langsung dipecat. Kedua, tidak ada bantuan hukum bagi mereka," ucap Arteria dalam sebuah diskusi di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (11/3/2017).
Advertisement
Seperti diketahui, ada 4 kader PDIP yang disebutkan namanya dalam dakwaan kasus e-KTP yaitu Yasonna Laoly, Olly Dondokambey, Arif Wibowo, dan Ganjar Pranowo. Menurut Arteria, mereka sudah dimintakan klarifikasinya.
"Kami akan sampaikan secara yuridis karena ini disampaikan secara yuridis oleh KPK melalui surat dakwaan," ucap Arteria.
Terkait apakah keempat orang tersebut akan melapor ke Bareskrim Mabes Polri dengan dugaan pencemaran nama baik, Arteria mengaku PDIP sudah menyarankan seperti itu, sehingga mungkin, kata dia, akan ada juga yang melapor ke Bareskrim.
"Semua sudah kita anjurkan. Ada beberapa yang sudah mungkin dalam waktu dekat melaksanakan ke arah sana (melapor ke Bareskrim). Intinya PDIP memastikan tidak akan tersandera dengan kepentingan seperti ini," tutur dia.
Siapa yang bersalah, kata Arteria, kita minta mereka mempertanggungjawabkan secara hukum.
"Tidak pernah ada instruksi atau perintah partai untuk melakukan perilaku koruptor. Kita tunggu itu (lapor ke Bareskrim), kan hak mereka, kita enggak memaksa yang bersangkutan jauh bergerak," pungkas Arteria.
Ramai-Ramai Membantah
Nama Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly disebut dalam sidang dakwaan proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau e-KTP. Yasonna saat itu duduk sebagai anggota Komisi II DPR RI.
"Sebagai partai oposisi kita tidak ikut cawe-cawe soal e-KTP. Dalam pembahasan program dan anggaran, Fraksi PDI Perjuangan sangat kritis," kata Yasonna kepada Liputan6.com, Kamis 9 Maret 2017.
Oleh sebab itu, Yasonna menegaskan pihaknya tidak terlibat sama sekali dalam bagi-bagi fulus proyek yang menghabiskan hampir Rp 6 triliun atau Rp 5,9 triliun itu.
"Sepanjang mengenai aliran dana saya pastikan saya tidak ikut. Boleh dikonfirmasi, siapa yang memberikan? Di mana?" ujar Yasonna menegaskan.
"Apalagi disebut-sebut jumlahnya, wah sangat gede itu buat ukuran saya. Yang benar saja," dia menambahkan.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga membantah dirinya menerima aliran dana korupsi e-KTP. Nama Ganjar muncul dalam dakwaan sidang kasus dugaan korupsi e-KTP dan diduga menerima aliran dana sebagai eks Wakil Ketua Komisi II DPR.
"Tidak (terima uang e-KTP)," ujar Ganjar di Jakarta, Kamis 9 Maret 2017.
Ganjar juga mengaku tidak mengenal sosok pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong. Ia baru tahu Andi ketika menjadi saksi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Enggak (kenal Andi). Saya ditanya waktu menjadi saksi dimintai keterangan KPK (ditanya kenal Andi atau tidak). Dikasih fotonya malah, kenal enggak yang namanya Andi Narogong? Baru tahu (pas) jadi saksi itu," papar dia.
Ganjar pun turut mempertanyakan bagaimana bisa namanya muncul menerima dana hingga 500 ribu USD lebih, sedangkan dirinya tidak kenal dengan sosok Andi.
"Nggak (kenal Andi) makanya yang nyebut itu siapa. Itu pemberitaan darimana itu," kata dia.
Di tempat terpisah, Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey menegaskan, dirinya tidak mengenal sosok pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong. Nama Olly dan Andi Narogong disebut dalam dakwaan dugaan kasus e-KTP atau KTP elektronik.
"Pertama, saya tidak kenal Andi. Kedua, saya tidak pernah ketemu dengan Andi. Ketiga, bagaimana dia mengantar uang dolar ke saya (kalau tidak kenal dan tidak ketemu)," ujar dia di Jakarta, Kamis 9 Maret 2017.
Olly menegaskan, ia tidak pernah menerima aliran dana kasus e-KTP. Olly mengaku, telah menjelaskan hal tersebut saat dimintai keterangan sebagai saksi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Tidak benar (terima dana e-KTP). Saya sudah menjawab ini pada saat diminta jadi saksi di KPK," kata dia.
Ia menambahkan, dirinya pun tidak mengenal terdakwa kasus e-KTP Irman dan Sugiharto. "Tambahan, saya tidak kenal dengan terdakwa. Dua-duanya," Olly menandaskan.