Marzuki Alie Siap Dipanggil KPK Terkait Kasus E-KTP

Marzuki Alie menegaskan, tidak mengenal terdakwa kasus dugaan korupsi e-KTP Irman dan Sugiharto, serta pengusaha Andi Narogong.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 11 Mar 2017, 18:30 WIB
Marzuki Alie melaporkan terdakwa kasus korupsi e-KTP

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua DPR Marzuki Alie menyatakan, tidak pernah menerima aliran dana dari kasus dugaan korupsi e-KTP. Nama Marzuki disebut dalam sidang perdana dakwaan korupsi e-KTP dan diduga menerima aliran dana Rp 20 miliar.

Menurut Marzuki, dia tidak pernah dipanggil sebelumnya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sehingga jika suatu waktu dipanggil, maka ia pun siap.

"Tidak pernah (dipanggil KPK). Ya boleh saja (kalau dipanggil datang), saya siap sebagai warga negara harus siap kalau hukum mengharuskan kita untuk tampil," ujar Marzuki dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (11/3/2017).

Ia menegaskan, tidak mengenal terdakwa Irman dan Sugiharto, serta pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong.

"Saya tidak kenal Andi Narogong, Irman. Gimana mau ketemu saya, saya enggak kenal. Gimana juga ceritanya bisa saya terima Rp 20 miliar," tegas Marzuki.

Jaksa penuntut umum pada KPK mendakwa mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman, serta mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Dirjen Dukcapil Sugiharto telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi dalam kasus dugaan korupsi e-KTP.

Keduanya didakwa telah bekerja sama dengan Andi Gustinus alias Andi Narogong sebagai penyedia barang dan jasa pada Kemendagri serta Isnu Edhi Wijaya sebagai Ketua Konsorsium Percetakan Negara. Kemudian, Diah Anggraini sebagai Sekretaris Jenderal Kemendagri.

Sekitar November 2009 hingga Mei 2015, mereka juga bekerja sama dengan Ketua Fraksi Partai Golkar saat itu Setya Novanto dan Ketua Panitia Pengadaan barang di Dirjen Dukcapil, Drajat Wisnu Setyawan. Kerja sama ini dibentuk untuk memenangkan perusahaan tertentu dalam proses pengadaan barang dan jasa proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.

Jaksa juga menyebut perbuatan mereka bertujuan memperkaya orang lain, di antaranya Menteri Dalam Negeri saat itu Gamawan Fauzi, Diah Anggraeni, Sekretaris Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri Drajat Wisnu Setyawan, bersama enam anggota panitia pengadaan. Kemudian, Husni Fahmi beserta lima anggota tim teknis.

Lalu dalam dakwaan kasus dugaan korupsi e-KTP itu juga disebut sejumlah tokoh yaitu Anas Urbaningrum, Marzuki Alie, Olly Dondokambey, Melchias Marchus Mekeng, Mirwan Amir, Tamsil Linrung, dan Taufik Effendi.

 


Ramai-Ramai membantah

Sejumlah nama yang disebut menerima aliran dana dalam kasus e-KTP ini telah membantah hal itu. Salah satunya, mantan Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan Ganjar Pranowo, yang juga Gubernur Jawa Tengah.

Ganjar sempat diperiksa pada 7 Desember 2016. Dia pun membantah turut menerima aliran duit dari pembahasan proyek e-KTP. Hal itu juga menjadi bagian yang ditanyakan oleh penyidik KPK dalam pemeriksaan tersebut.

"Saya pastikan saya tidak terima," kata Ganjar saat dihubungi dari Jakarta, Rabu 8 Maret 2017.

Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey, yang diperiksa pada 26 Januari 2017 juga membantahnya. "Kalau ada bukti, lu kasih lihat, gua tuntut lu," ujar Olly dengan nada tinggi usai diperiksa penyidik di Gedung KPK, HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis itu.

Anas Urbaningrum juga sempat diperiksa penyidik KPK pada 11 Januari 2017.

Ada nama besar lain yang sempat disebut Nazaruddin, yakni Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Jafar Hafsah, yang diperiksa KPK pada 5 dan 21 Desember 2016.

Jafar Hafsah membantah turut ‎menerima aliran dana proyek pengadaan e-KTP pada 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri. Dia berdalih masih duduk di Komisi IV saat anggaran proyek itu dibahas bersama Komisi II DPR.

"E-KTP itu saya ada di Komisi IV. Sedangkan e-KTP itu ada di Komisi II. Jadi saya tidak paham persis daripada e-KTP dan perjalanannya,‎" ujar Jafar usai pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin 5 Desember 2016.

Selain Jafar Hafsah, Nazaruddin menyebutkan pihak lain yang menerima aliran dana tersebut, yakni mantan Menteri Keuangan era SBY, Agus Martowardojo, yang pernah diperiksa KPK pada 1 November 2016.

Pada pemeriksaan tersebut, Agus juga membantah tudingan itu. Dia mengaku justru dialah yang menolak kontrak skema tahun jamak atau multiyears, bukan Sri Mulyani.

"Saya juga dengar ada kalimat bahwa saya jadi Menkeu menggantikan Sri Mulyani 20 Mei 2010, sebelum ini ada penolakan multiyears contract oleh Sri Mulyani. Saya katakan di dalam file tidak ada penolakan dari Sri Mulyani, yang ada ketika multiyears contract mau diajukan ke Menkeu, diajukan 21 Oktober 2010, dan di 13 Desember 2010 ditolak oleh saya," tutur Agus.

Ketua DPR Setya Novanto juga menegaskan, tidak menerima apa pun dari kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.

"Saya demi Allah kepada seluruh Indonesia, bahwa saya tidak pernah menerima apa pun dari e-KTP," ujar pria yang karib disapa Setnov ini saat berpidato dalam Rakornis Partai Golkar di Redtop Hotel Jakarta, Kamis 9 Maret 2017.

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya