Liputan6.com, Washington, DC - Jaksa Agung pilihan Donald Trump, Jeff Sessions meminta 46 jaksa yang ditunjuk Presiden ke-44 Barack Obama untuk mundur diri.
Para jaksa federal yang dipilih oleh Barack Obama sudah meninggalkan posisi mereka, namun ada lebih dari empat lusin yang memilih untuk tetap pada jabatannnya di minggu-minggu pertama pemerintahan Trump. Diantara mereka bahkan telah ada yang diminta untuk tetap di jabatannya.
Advertisement
Namun, pada akhir pekan lalu, 46 jaksa yang masih bekerja untuk pemerinthan Donald Trump tiba-tiba diminta untuk mundur. Menurut juru bicara Departemen Kehakiman AS, Sarah Isgur Flores, permintaan itu adalah "demi memastikan transisi yang tepat."
"Hingga para jaksa baru telah ditunjuk, jaksa karier yang telah berdedikasi di kantor Kejaksaan Agung diminta untuk tetap bekerja, setelah itu diharapkan mundur," kata Flores dalam pernyataannya seperti dikuti dari The Guardian, Minggu (12/3/2017).
Pemecatan secara halus itu termasuk Preet Bhaarara, jaksa federal di Manhattan, yang sempat diminta Trump untuk tetap di posisinya pada November lalu. Namun, baru-baru ini, Bharara yang namanya harum setelah membongkar kasus korupsi besar-besaran oleh para bankir di Wall Street, turut diminta untuk mundur diri.
"Saya tidak mundur diri, beberapa saat lalu saya dipecat, bukan secara halus, tapi saya benar-benar ditendang," kata Bharara dalam Twitternya.
"Menjadi jaksa federal di SDNY (South District New York) itu adalah kehormatan terbesar dalam kehidupan profesional saya selama-lamanya," lanjut kicauan Bharara.
Nama Bharara termasuk dalam 46 jaksa yang dipecat begitu mengejutkan. Dalam kasus negera lawan para bankir, Bharara berhasil memenangkan kasus US$1,8 miliar penjualan ilegal oleh SAC Capital Advisors. Ini adalah kemenangan terbesar dalam sejarah negara melawan perusahaan pribadi. SAC pun diminta untuk tutup.
Terkait kasus itu, sejumlah anggota parlemen baik Partai Republik maupun Demokrat harus berurusan dengan hukum.
Hanya dua jaksa sisa Obama yang tetap di posisinya. Dana Boente, jaksa federal untuk Eastern Distric of Virginia dan Rod Rosenstein, jaksa untuk Maryland. Rosenstein sendiri jaksa yang ditunjuk oleh Bush dan Obama meminta untuk tetap menjabat selama masa pemerintahannya.
Dalam sistem hukum AS, 93 jaksa federal, secara tradisi --meskipun tidak secara otomatis-- harus meninggalkan posisi mereka ketika presiden baru AS menjabat. Pada masa Obama misalnya, ia memperbolehkan para jaksa yang ditunjuk berdasarkan politik oleh Presiden George W Bush untuk tetap menjabat hingga pergantian mereka ada.
Jaksa federal AS dinominasikan oleh presiden dan biasanya direkomendasikan oleh senat di negara bagian terkait.
Para jaksa ini bertanggung jawab untuk memproses kejahatan kriminal federal di wilayah mereka. Mereka melaporkan kasusnya ke Departemen Kehakiman di Washington.
Namun demikian, pemecatan massal kali ini mengagetkan bagi sebagian besar politikus AS.
"Saya kaget mendengar Presiden Trump dan Jaksa Agung Session secara besar-besaran memecat sisa 46 jaksa federal," kata Senator negara bagian California, Dianne Feinstein.
"Pada Januari, saya bertemu wapres Mike Pence dan Penasihat Gedung Putih Donald McGahn dan bertanya apakah para jaksa negara bagian akan dipecat seluruhnya," lanjut Feinstein.
"McGahn mengatakan transisi akan dilakukan sesuai dengan peraturan agar tak menganggu kinerja. Namun, jelas bukan seperti ini. Ini pemecatann yang tiba-tiba tak sesuai dengan norma yang ada," tutup Feinstein.
Sementara itu, Jaksa Agung New York Eric Schneiderman mengatakan dalam pernyataanya, "keputusan tanpa dasar Presiden Trump untuk memecat lebih dari 40 jaksa federal memperlihatkan ketidakmampuannya mengendalikan sengkarut pemerintahan federal."