Liputan6.com, Jakarta - Peristiwa jenazah nenek Hindun yang diduga ditelantarkan warga sekitar ikut dikomentari Gerakan Pemuda (GP) Ansor. Penolak tersebut diduga karena nenek Hindun memilih Gubernur petahana DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada Pilkada DKI 2017 putaran pertama.
Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor Yaqut Cholil Coumas mengatakan sesama muslim wajib hukumnya mensalatkan jenazah.
Advertisement
"Jika tidak ada yang mau mensalatkan, biar kami (Ansor) yang mensalatkannya. Sesama umat Muslim masa tidak mau mensalatkan?!" kata dia di Kantor GP Ansor Jakarta Timur, Minggu (12/3/2017).
Bahkan, Yaqut mengaku, telah menginstruksikan seluruh jajarannya, jika ada kejadian seperti nenek Hindun wajib hukumnya merawat hingga mensalatkannya.
"Kita instruksi kepada jajaran jika tidak ada masyarakat yang merawat (jenazah), biar kami yang merawat hingga mensalatkan. Kalau perlu sampai melakukan tahlilan selama 40 hari," kata dia.
Jenazah nenek Hindun yang berusia 78 tahun ditelantarkan oleh masyarakat sekitar. Sebab, sang nenek yang sudah tak bisa berjalan sejak lama itu memilih Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Djarot Saiful Hidayat saat Pilkada DKI putaran pertama.
Menurut keterangan Neneng, anak nenek Hindun, usai ibunya yang bernama Hindun bin Raisman itu mencoblos Ahok-Djarot, keluarganya menjadi pergunjingan. Neneng adalah putri bungsu Hindun.
"Kami ini semua janda, empat bersaudara perempuan semua, masing-masing suami kami meninggal dunia, kini ditambah omongan orang yang kayak gitu, kami bener-bener dizalimi, apalagi ngurus pemakaman orangtua kami aja susah," ujar Neneng, anak nenek Hindun, kepada Liputan6.com di kediamannya, Jalan Karet Raya II, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat 10 Maret 2017.
Awal Mula Penolakan
Neneng menceritakan kronologi jenazah ibundanya ditolak disalatkan di musala oleh Ustaz Ahmad Syafii. Neneng mengatakan, saat itu dia dan keluarganya ingin agar jenazah Hindun disalatkan di musala.
Namun, ditolak oleh Ustaz Ahmad Syafii lantaran tidak ada orang di musala. Selain itu, tak ada orang yang menggotong jenazah Hindun ke musala, sehingga Ustaz Ahmad Syafii mensalatkan Hindun di rumahnya.
"Alasannya, enggak ada orang yang mau nyalatin (di musala), padahal kami ini anak dan cucunya ramai menyalatkan, tapi memang orang lain (warga lain) cuma empat orang (yang datang ke rumah)," terang Neneng.
Ustaz Ahmad Syafii, yang mensalatkan jenazah Nenek Hindun, menjelaskan duduk persoalan yang kemudian menjadi buah bibir warga tersebut.
"Perkaranya itu bukan karena milih Ahok, bukan enggak disalati, saya yang ngimami, saya yang bantu talqin (melepas arwah orang yang kritis dengan kalimat tauhid) kan 24 jam sebelum Nenek (Hindun) meninggal," terang Ahmad Syafii di rumahnya, yang persis berada di depan sebuah spanduk penolakan menyalati jenazah pendukung penista agama.
Syafii menerangkan, pilihan untuk mensalati jenazah Hindun di rumahnya karena tak ada kaum lelaki yang akan mengangkat jenazahnya ke musala. Terlebih, kata dia saat mau disalati, penggali kubur sudah menelepon dirinya agar jenazah cepat diantarkan untuk dikuburkan.
"Jadi, pas saat itu, saat jenazahnya sampai di rumah, tukang gali makam sudah nelpon saya, suruh cepet sebab sudah sore banget, dia harus pulang. Saya bilang di telepon itu, tunggu dulu, ini belum disalatin, saya bahkan kasih tip agar tukang galinya mau menunggu," kata dia.
Meski begitu, Syafii mengakui telah menolak permintaan keluarga agar jenazah Hindun disalatkan di musala. Sebab, kata dia, saat itu dirinya sudah diburu waktu. Apalagi, mobil yang akan membawa jenazah Hindun ke musala terjebak macet, sehingga tak ada warga yang membawa jenazah Hindun ke musala.
"Jadi, rombongan itu ketahan sama macet, ya memang enggak ada orang, mau salatin di musala gimana? Orang enggak ada, terus tukang gali kubur sudah minta cepet terus," terang Syafii.
Advertisement